Sundari | Selasa, 10/07/2018 16:33 WIB
Petugas Israel melakukan patroli keamanan ( Foto: AFP)
Yerusalem- Pemerintah Israel memberlakukan sanksi baru di Jalur Gaza yang diblokade, termasuk pembatasan distribusi barang di wilayah lepas pantai Gaza. Penutupan itu sebagai respon atas "serangan layang-layang" oleh para aktivis Palestina.
Barang yang masuk ke wilayah itu harus melalui berbagai hambatan birokrasi, sementara ekspor komoditas yang diproduksi secara lokal akan menjadi lebih sulit.
Bantuan kemanusiaan, termasuk makanan dan obat-obatan, akan dibebaskan dari pembatasan, meskipun tetap memerlukan persetujuan dari tentara.
Pernyataan itu tidak menyebutkan berapa lama jalur perlintasan Kerem Shalom -- yang berfungsi sebagai jalur penyeberangan komersial di Gaza -- akan ditutup.
Para ahli ekonomi
Palestina mengecam langkah itu karena akan memperburuk situasi kemanusiaan Gaza yang sudah memprihatinkan.
“Keputusan ini sungguh membahayakan; itu akan berakibat serius," kata Mazen al-Ajlah, seorang ekonom
Palestina kepada Anadolu Agency. "Penduduk Gaza akan kesulitan beradaptasi dengan hambatan baru yang hanya akan mengurangi standar hidup di Gaza ini," tambah dia.
"Ada banyak barang di Pelabuhan Ashdod [
Israel] yang menunggu untuk masuk ke Gaza. Keputusan
Israel ini akan menghalangi masuknya barang-barang tersebut," ujar Maher Tabaa, direktur hubungan masyarakat di Kamar Dagang Gaza.
Al-Tabaa juga menyerukan “intervensi dari komunitas internasional untuk menyelamatkan Gaza”.
Selama beberapa pekan terakhir, aktivis
Palestina telah menerbangkan layang-layang dan balon di wilayah
Israel sebagai bagian dari unjuk rasa yang berlangsung di dekat pagar pembatas Gaza-
Israel.
Sejak unjuk rasa dimulai pada 30 Maret, setidaknya 137 demonstran
Palestina telah tewas -- dan ribuan lainnya terluka -- karena ditembak tentara
Israel.
Mereka menuntut "hak pulang" ke kampung halaman mereka di
Palestina. Mereka juga menuntut diakhirinya blokade
Israel di
Jalur Gaza, yang telah melumpuhkan perekonomian di wilayah itu. (AA)
KEYWORD :
Sanksi Ekonomi Israel Palestina Jalur Gaza