Ilustrasi persawahan sebagai basis sektor pertanian
Jakarta - Sektor pertanian, terutama bidang pangan yang berkaitan dengan petani dinilai masih rawan tindak pidana korupsi. Sebab itu, pemerintah diingatkan untuk lebih memperhatikan kerawanan tersebut.
Demikian diungkapkan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Zulkarnain. Bukan tanpa alasan hal itu disampaikan Zulkarnain. Terlebih, belakangan ini marak pemberitaan dugaan korupsi dengan memanfaatkan distribusi bantuan pemerintah kepada petani, seperti pupuk dan benih di daerah.
Dikatakan Zulkarnain, terdapat banyak celah yang berpotensi terjadinya korupsi di sektor pangan. Zulkarnain mengatakan, KPK tak dapat bekerja sendirian dalam mencegah dan memberantas korupsi di sektor pangan atau pertanian.
Menurut Zulkarnain, seluruh pihak perlu bekerjasama dalam menyelesaikan persoalan ini. Tak terkecuali termasuk Presiden RI.
"KPK tidak bisa sendiri, harus menggandeng semua. Terutama kepala negara," ucap Zulkarnain saat dikonfirmasi awak media, Jakarta, Kamis (12/7/2018).
Wakil Ketua KPK periode 2011-2015 ini menegaskan, Presiden Jokowi sebagai kepala negara harus secara serius memperhatikan persoalan ini lantaran tidak dapat hanya mengandalkan penindakan yang dilakukan KPK.
Zul, sapaan akrab Zulkarnain, menilai penangkapan atau penanganan perkara yang selama ini dilakukan KPK hanya sebagian kecil dari banyaknya dugaan tindak korupsi di sektor pangan dan pertanian.
"Maka pencegahan itu, eksekusi perbaikannya harus bekerja sama dengan presiden, dengan kementerian lembaga terkait. Yang bisa menekan itu Presiden. KPK sulit menekan itu kecuali, yang sudah bermasalah pidananya, cukup bukti dan masuk kewenangannya dia (KPK), baru bisa," ungkap dia.
Selain kerugian negara karena terjadinya penyelewengan anggaran, sambung Zulkarnain, korupsi sektor pangan juga sangat berdampak bagi petani. Modal pertanian yang tinggi, dan hasil yang murah membuat kesejahteraan petani tidak pernah meningkat karena terus menderita kerugian.
Alhasil korupsi di sektor pangan membuat tujuan untuk mencapai kemakmuran di seluruh Indonesia sulit tercapai. Terlebih secara umum, celah korupsi pada sektor pangan bisa disebabkan dari panjangnya rangkaian hasil produksi dari petani kepada konsumen di lapangan.
Hal ini berpotensi terjadinya penyelewengan harga yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu. Tak hanya itu, bantuan atau subsidi dari pemerintah seperti benih ataupun pupuk yang rangkaiannya panjang membuka celah terjadinya korupsi.
Ketua KPK Periode 2011-2015 Abraham Samad sebelumnya dalam sejumlah kesempatan menyatakan masih adanya pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi di pengelolaan pertanian dan pangan, menunjukkan sektor ini masih rawan korupsi. Abraham pun menyerukan agar KPK bergerak dengan menutup celah itu dengan mengaktifkan segera satuan tugas di sejumlah kementerian, khususnya pertanian.
Pimpinan KPK Periode 2007–2011, Bibit Samad Rianto sepakat masih rawannya korupsi di sektor pertanian. Namun demikian, pria yang kini menjadi Ketua Umum Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) ini enggan berkomentar lebih lanjut mengenai pernyataan Abraham.
"Pernyataan Abraham Samad itu ya itu pengamatan dia. Kalau menurut saya, semua bidang itu ada korupsinya, cuma saja ada yang mencuat ke permukaan ada yang nggak. Ada yang ketangkep karena sial, ada yang nggak," ucap Bibit.
Bibit sepakat penanganan tidak cukup hanya mengandalkan penindakan oleh penegak hukum. Menurutnya, masyarakat harus dilibatkan dalam upaya pencegahan dan penangkalan. Misalnya, dalam sektor pertanian maka masyarakat petani harus diberi pemahaman mengenai pengadaan bibit dan persoalan pemasaran hasil pertanian.
"Termasuk kita buat masyarakat berani melaporkan jika menemukan ada pelanggaran. Ini fungsi pengawasan," ujar dia.
Ditengarai salah satu penyelewengan atau manipulasi data di sektor pangan ini terkait dengan program wajib tanam bawang putih bagi importir. Potensi manipulasi terjadi pada pengadaan bibit dan penyaluran alat mesin pertanian yang tidak tepat sasaran sehingga memicu protes petani, serta sejumlah pihak lain.
Dugaan penyimpangan proyek pengadaan benih bawang putih ini salah satunya terjadi di wilayah Sembalun, Kabupaten Lombok Timur tahun anggaran 2017.
Terkait kasus ini, data Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur menyebutkan ada 350 ton benih bawang putih lokal yang didistribusikan kepada 181 kelompok tani yang tersebar di 18 desa se-Kabupaten Lombok Timur.
Dengan luasan yang berbeda-beda, setiap kelompok tani mendapatkan kuota benih lokal bersama dengan paket pendukung hasil produksinya, mulai dari mulsa, pupuk NPK plus, pupuk hayati ecofert, pupuk majemuk, dan pupuk organik.
Benih bawang putih lokal sebanyak 350 ton dibeli dari hasil produksi petani di Kecamatan Sembalun pada periode panen pertengahan tahun 2017. Benih bawang putih lokal dibeli pemerintah melalui salah satu BUMN yang dipercaya sebagai penangkar yakni PT. Pertani, dimana pembeliannya menggunakan anggaran APBN-P 2017 senilai Rp 30 miliar.
Namun pada saat pendistribusian bantuannya di akhir tahun 2017, banyak kelompok tani yang mengeluh tidak mendapatkan jatah sesuai data. Bahkan ada sebagian dari kelompok tani yang tidak sama sekali mendapatkan jatah.
Dugaan penyimpangan itu saat ini sedang ditangani Polda Nusa Tenggara Barat (NTB). Sejumlah pihak mendorong pihak kepolisian untuk menerapkan Undang-undang (UU) Tindak Pidana Korupsi terkait kasus ini. Terlebih jika ada indikasi keterlibatan oknum pejabat pemerintahan dalam proses distribusi proyek pengadaan benih bawang putih yang dibiayai APBN tersebut.
KEYWORD :KPK Jokowi Pertanian