Sabtu, 23/11/2024 21:11 WIB

Modus Suap Labuhanbaru Bagai Film Action

Sebelumnya, Umar lebih dahulu menghubungi AT, orang kepercayaan Effendy. Dalam komunikasi itu Umar meminta AT untuk bertemu di Bank Sumut.

Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar modus baru dalam praktik suap terkait proyek di Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. Modus baru itu dibongkar tim penindakan KPK melalui oprasi tangkap tangan (OTT).

Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengungkapkan, ada dua modus yang dibongkar pihaknya terkait kasus dugaan suap yang akhirnya menjerat Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap, pemilik PT Binivian Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra, dan seorang swasta bernama Umar Ritonga jadi tersangka. Salah satunya menitipkan uang dugaan suap di Bank Sumut.

"Dalam kasus ini, uang ditarik dijam kantor oleh pihak yang disuruh pemberi di sebuah bank, namun uang di dalam plastik kresek hitam tersebut dititipkan pada petugas Bank. ‎Selang berapa lama, plhak yang diutus penerima mengambil uang tersebut," ungkap Saut di kantornya, Jakarta, Rabu (18/7/2018) malam.

Menurut Saut, pihaknya awalnya menduga Effendy mengeluarkan cek senilai Rp 576 juta pada Selasa (17/7/2018). Kemudian Effendy pada sore hari menghubungi pegawai Bank Sumut berinisial H untuk mencairkan cek dan menitipkan uang tersebut, untuk kemudian akan diambil oleh Umar.

"KPK mengidentifikasi adanya penerimaan uang dari ES (Effendy Sahputra), swasta kepada PHH (Pangonal Harahap) melalui beberapa pihak sebagai perantara," tutur Saut.

‎Sebelumnya, Umar lebih dahulu menghubungi AT, orang kepercayaan Effendy. Dalam komunikasi itu Umar meminta AT untuk bertemu di Bank Sumut.

"Dengan modus `menitipkan uang` yang sudah disepakati sebelumnya," ujar Saut.

AT setelah itu melakukan penarikan sebesar Rp 576 juta. AT kemudian mengambil uang Rp16 juta untuk dirinya sendiri dan Rp 60 juta ditransfer kepada Effendy.

"Serta Rp 500 juta dalam tes kresek dititipkan pada petugas bank," kata Saut.

Usai AT pergi meninggalkan Bank Sumut, sambung Saut, ‎Umar sampai sekitar pukul 18.15 WIB. Kemudian Umar mengambil uang‎ Rp 500 juta yang dititipkan pada petugas bank.

Setelah mengembil uang itu, Umar bertolak dari Bank. Saat itu, tim KPK berupaya melakukan penangkapan. Namun, ‎kata Saut, Umar saat itutak kooperatif. Umar tak menghiraukan petugas KPK yang menghadang mobilnya sambil menunjukkan kartu tanda pengenal.

"UMR (Umar Ritonga) melakukan perlawanan dan hampir menabrak pegawai KPK yang sedang bertugas saat itu," kata dia.

Kata Saut, sempat terjadi aksi kejar-kejaran antara tim KPK dengan Umar. Lantaran saat itu dalam kondisi hujan, Umar berhasil menghilangkan jejak dengan membawa Rp 500 juta.
 
"Tersangka sempat masuk ke kawasan perkebunan sawit hingga rawa di sekitar lokasi," terang Saut.

Akhirnya tim memutuskan pencarian saat itu. Pasalnya, tim juga harus mengamankan sejumlah pihak yang diduga terlibat dan mengetahui perpindahan uang suap tersebut. Tim Satgas KPK kemudian bergerak ke tempat lain untuk menciduk seorang swasta bernama H; Thamrin Ritonga; pegawai Bank Sumut berinisial H; dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Labuhanbatu Khairul Pakhri.

Terpisah, tim KPK mengamankan Pangonal dan ajudannya di Bandara Soekarno-Hatta, sekitar pukul 20.22 WIB. Tim juga menangkap Effendy di rumahnya di Labuhanbatu.

Setelah dilakukan pemeriksaan awal dan dilakukan gelar perkara, KPK kemudian menetapkan Pangonal, Effendy, dan Umar sebagai tersangka suap terkait proyek di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. Pangonal dan Umar diduga sebagai penerima suap, sementara Effendy sebagai pemberi suap.

Diduga Ketua DPC PDIP Kabupaten Labuhanbatu itu‎ menerima Rp 500 juta dari Effendy melalui Umar. ‎Disinyalir suap terkait proyek di Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. KPK menduga uang ratusan juta rupiah itu bagian dari jatah yang diminta Pangonal sebesar Rp 3 miliar.

Selain menitipkan uang, modus baru lain yang diungkap tim KPK yakni kode suap. Kode ini sengaja dibuat rumit untuk daftar proyek dan perusahaan mana yang mendapatkan "jatah".‎

"Kode ini merupakan kombinasi angka dan huruf yang jika dilihat secara kasat mata tidak akan terbaca sebagai sebuah daftar ”jatah dan fee proyek" di Labuhanbatu," ucap Saut.

Bak film action, dua modus tersebut dipakai pelaku dugaan suap untuk mengelabuhi penegak hukum. "Dua modus baru ini dilakukan untuk mengelabuhi penegak hukum," tandas Saut.

KEYWORD :

Proyek PUPR Labuhanbatu KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :