Minggu, 24/11/2024 08:00 WIB

Boediono Beberkan Usulan Utang BDNI ala Syafruddin Temenggung

Diterangkan Boediono, usulan penghapusbukuan itu disampaikan Syafruddin dalam rapat terbatas di Istana Negara, 11 Februari 2004.

Mantan Wakil Presiden (Wapres) Boediono usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Foto: Rangga Tranggana/jurnas.com)

Jakarta - Mantan Menteri Keuangan, Boediono tak jika mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung pernah mengusulkan agar kewajiban Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dilakukan penghapusbukuan (write off) sebesar Rp 2,8 triliun. Namun, kata Boedino, ‎Syafruddin tidak pernah menjelaskan landasan hukum atas usulannya tersebut. ‎

Demikian disampaikan Boediono saat bersaksi untuk terdakwa Syafruddin, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/7/2018).‎ Utang itu sendiri terdapat pada pinjaman petambak udang kepada BDNI. ‎Seingat Boediono, penjelasan Syafruddin memberikan kesan bahwa tidak ada masalah misrepresentasi dalam utang BDNI.

"Kesan kami, dianggap tidak ada masalah, misrepresentasi itu kami tidak mengetahui," ucap Boediono.

Namun, kata jaksa KPK, Syafruddin pada kenyataannya tetap melakukan penghapusbukuan utang. Syafruddin mengklaim bahwa tindakannya itu atas persetujuan rapat di Istana Negara.

Diterangkan Boediono, usulan penghapusbukuan itu disampaikan Syafruddin dalam rapat terbatas di Istana Negara, 11 Februari 2004. Ratas tersebut membahas soal permasalahan utang Sjamsul Nursalim selaku pemilik BDNI.

Rapat itu dihadiri Presiden Megawati Soekarnoputri dan jajaran menteri, termasuk Boediono selaku anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (‎KKSK); Ketua KKSK, Dorodjatun Kuntjoro Jakti; serta Ketua BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung. ‎

"Pada waktu itu memang disampaikan mengenai mengurangi beban pada petambak karena memang ini fokusnya dan pengurangan beban ini saya kira baik, dan sisanya kalau tidak salah saya tidak ingat apakah itu dimunculkan atau tidak," kata Boediono.‎

Rekaman suara rapat terbatas itu sempat diputar Jaksa KPK dalam persidangan. Dalam rekaman itu, terdengar suara Syafruddin mengusulkan write off.

"Saya kira memang begitu. Kalau seingat saya memang ada usulan write off (penghapusbukuan) angkanya lupa," tutur dia.‎

Boediono menegaskan rapat itu tidak mengambil keputusan apapun. Termasuk mengenai usulan Syafruddin atas penghapusbukuan utang Sjamsul.

"Bahwa sampai akhir sidang kabinet, tidak ada kesimpulan yang dibacakan. Jadi sampai selesai (tidak ada keputusan)," tandas Boediono.‎

Syafruddin dalam perkara ini didakwa bersama-sama dengan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim telah merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun lantaran menerbitkan SKL BLBI kepada Sjamsul selaku pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) pada 2004 lalu.

Syafruddin diduga telah melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham BDNI. Padahal, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak yang akan diserahkan kepada BPPN.

KEYWORD :

Boediono BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :