Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir
Jakarta – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menyinggung sistem zonasi, yang menjadi program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).
Menurut Nasir, sistem zonasi akan menciptakan daya saing rendah (low competitiveness). Sementara pendidikan Indonesia dewasa ini membutuhkan output yang sebaliknya.
“Zonasi bagi saya menciptakan daya saing menjadi rendah. Padahal daya saing itu harus kita tingkatkan supaya terpacu untuk meningkatkan kualitas,” kata Menristekdikti pada Kamis (26/7) di Jakarta.
Karena itu, kata Nasir, guna memacu kualitas siswa saat masuk ke perguruan tinggi, pihaknya memasukkan tes kemampuan akademik. Tes tersebut dimaksudkan tidak hanya untuk mengukur kualitas akademik siswa, melainkan juga potensinya.
“Kalau potensinya tinggi, walau akademiknya rendah ini mungkin karena fasilitas di sekolahnya dulu kurang baik,” lanjut Menristekdikti.
Menurut Nasir, bagaimana pun perangkingan sekolah masih tetap diperlukan. Karena kualitas akan mengantarkan siswa masuk ke dalam perguruan tinggi favoritnya.
“Di Swedia, Inggris, dan Amerika, metode penerimaan mahasiswa baru di sana 100 tahun tidak pernah ada masalah. Dan mereka rata-rata bisa diterima di semua universitas. Tapi tergantung kualitasnya. Sehingga di sana ada namanya ranking sekolah,” tandasnya.
Pendidikan Zonasi Kemristekdikti Kemdikbud