Sabtu, 23/11/2024 14:13 WIB

KPK Bakal Jerat Korporasi di Kasus PLTU Riau

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus dugaan keterlibatan pejabat dan korporasi dalam kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-I.

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus dugaan keterlibatan pejabat dan korporasi dalam kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-I.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, pihaknya tidak akan segan-segan untuk menjerat korporasi jika tim penyidik telah mengantongi bukti yang cukup kuat.

"Kalau yang paling dominan adalah orang dan korporasinya kelihatan sama-sama, akan dikenakan dua-duanya, baik orang maupun korporasinya," kata Laode, saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis (2/8).

Meski demikian, Laode belum mengungkap pihak dan korporasi yang bakal dijerat dalam waktu dekat. "Kita lihat, mana yang paling dominan dalam kasus itu," tegasnya.

Laode menuturkan sampai saat ini pihaknya masih mengkaji bukti-bukti yang telah dikantongi baik dari hasil penggeledahan atau pun keterangan para saksi. Hasilnya, kata dia akan dijadikan alat bukti untuk menjerat korporasi atau pejabat lainnya.

"Tetapi kalau kelihatannya ini bukan kebijakan korporasi, tapi kebijakan individual atau yang memimpin korporasi tersebut, ya kami enggak boleh paksakan juga," pungkasnya.

Diketahui, KPK tengah mendalami dugaan kongkalingkong pihak PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) dengan petinggi PT PLN terkait pembahasan proyek pembangunan PLTU Riau-I. Salah satunya terkait penunjukan langsung perusahaan Blackgold Natural Resources Limited menjadi anggota konsorsium yang menggarap proyek tersebut.

Dalam proses perjalanan proyek ini, diduga PT PLN melalui anak usahanya yakni PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) menunjuk perusahaan Blackgold Natural Resources Limited untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-I. Selain Blackgold dan PT PJB, perusahaan lain yang terlibat dalam konsorsium ini yaitu China Huadian Engineering dan PT PLN Batu Bara.

KPK mengendus adanya peran Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, Menteri Sosial Idrus Marham yang saat itu menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar dan Dirut PLN Sofyan Basir untuk memuluskan Blackgold masuk konsorsium proyek ini. Idrus Marham dan Sofyan Basir pun mengakui mengenal dekat kedua tersangka ini.

Tak hanya itu, Eni dari balik jeruji besi mengakui ada peran Sofyan dan Kotjo sampai akhirnya PT PJB menguasai 51 persen asset. Nilai asset itu memungkinkan PT PJB menunjuk langsung Blackgold sebagai mitranya.

Proyek pembangunan PLTU Riau-I ini merupakan bagian dari program tenaga listrik 35 ribu Megawatt (MW) yang didorong oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pemerintah menargetkan PLTU Riau-I bisa beroperasi pada 2020/2021.

Pada Januari 2018, PJB, PLN Batu Bara, BlackGold, Samantaka, dan Huadian menandatangani Letter of Intent (LoI) atau surat perjanjian bisnis yang secara hukum tak mengikat para pihak. LoI diteken untuk mendapatkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) atas PLTU Riau-I. Samantaka rencananya akan menjadi pemasok batu bara untuk PLTU Riau-I.‎

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan Eni dan bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) sebagai tersangka. ‎Eni diduga telah menerima suap Rp4,8 miliar dari Johannes untuk mengatur Blackgold Natural Resources Limited masuk dalam konsorsium penggarap proyek PLTU Riau 1.

KEYWORD :

KPK PLTU Riau Dirut PLN Idrus Marham




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :