Marlen Sitompul | Senin, 06/08/2018 19:46 WIB
Jakarta – Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor baru saja menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Jumat-Sabtu (3-4/8). Dalam rakornas yang dihadiri seluruh Pimpinan Wilayah GP Ansor dan Satuan Koordinasi Nasional (Satkornas) Banser seluruh Indonesia tersebut menjawab tiga masalah besar bangsa.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, di tahun politik saat ini bangsa Indonesia ternyata masih terkungkung dalam tiga masalah besar. Yakni, masalah konsensus nasional, klaim keagamaan, dan masalah mayoritas yang lebih memilih diam.
Menurut Gus Yaqut, sapaan akrabnya, kelompok-kelompok yang mempertanyakan konsensus nasional justru sekarang ini kian masih. Mereka mempertanyakan NKRI, Pancasila, UUD 1945. Mereka ingin mengganti ideologi dan dasar negara, misalnya, seperti yang dilakukan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“HTI memang telah dibubarkan, tapi bukan berarti ancaman sirna. Tapi, justru berbahaya karena mereka menjadi sulit diidentifikasi. Hal ini dikarenakan pemerintah hanya fokus pada langkah pembubaran saja. Kita sebenarnya sudah ingatkan, jangan buru-buru dibubarkan kalau belum disiapkan jaring pengamannya,” tegas Gus Yaqut, dalam pernyataannya usai Rakornas
GP Ansor, Senin (6/8).
“Begitu juga dengan Jamaah Ansoru Daulah (JAD) yang baru-baru ini dibubarkan. Tapi saya belum mendengar langkah apa yang dilakukan pemerintah pasca-pembubaran JAD. Kalau tidak ada jaring pengamannya, ini sama berbahayanya,” imbuhnya, didamping Waketum M. Haerul Amri, Sekjen Abdul Rochman, dan Kasatkornas Banser Alfa Isnaeni.
Masalah kedua, lanjut Gus Yaqut, adalah klaim keagamaan. Menurut dia, ada sekelompok kecil masyarakat agama yang merasa paling benar dari sisi pemahaman agamanya.
“Yang tidak seperti mereka dianggap salah, bahkan sesat. Karena dianggap sesat, maka dianggap musuh. Karena dianggap musuh, maka wajib diperangi. Kenyataan ini makin masih di tahun politik sekarang. Menurut saya hal semacam ini akan dipakai dalam kontestasi politik pemilihan presiden 2019,” tandasnya.
Masalah ketiga adalah fenomena diamnya mayoritas atas situasi ini. "Sebenarnya sebagai mayoritas kita memiliki kekuatan lebih untuk menghadapi kaum minoritas yang ingin merongrong NKRI. Saya berharap masyarakat jangan diam lagi menghadapi persoalan bangsa. Jumlah kita ini besar dibanding mereka. Ayo, jangan takut, bersama kita hadapi mereka. Apalagi mereka tidak punya jejak sejarah dalam mendirikan negara ini," tegas Gus Yaqut.
Sebab itu, lanjut dia, Ansor dan Banser bertekad tetap menjaga Indonesia dengan kebhinekaan. Bagi Ansor dan Banser, menjaga Indonesia sama dengan menjaga warisan kiai-kiai NU yang ikut memperjuangkan kemerdekaan bangsa, bersama dengan kelompok lainnya.
Dalam kaitannya dengan masalah tersebut,
GP Ansor menggagas kegiatan “
Kirab Satu Negeri” yang akan dilaksanakan pada pertengahan September mendatang. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi trigger atau pintu masuk untuk memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa Indonesia memiliki tiga masalah besar tersebut.
“Tujuan
Kirab Satu Negeri salah satunya adalah untuk menyampaikan bahwa negeri yang kita cintai ini memiliki tiga masalah besar tersebut. Nah jika kita diam saja, saya pastikan tidak perlu menunggu sampai tahun 2030 seperti dikatakan Pak Prabowo, dalam waktu tidak terlalu lama Indonesia benar-benar bisa bubar. Tentu kita tidak mau Indonesia yang kita cintai ini bubar,” ucap Gus Yaqut.
Dia menerangkan,
Kirab Satu Negeri akan diberangkatkan dari lima titik terluar Indonesia. Masing-masing titik nanti akan menghadirkan tokoh bangsa untuk mengingatkan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, serta kewajiban menjaga Indonesia dari segala rongrongan.
KEYWORD :
GP Ansor Kirab Satu Negeri