Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise
Jakarta – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mendesak DPR mempercepat proses penyusunan revisi Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Substansi UU tersebut, menurut keterangan Menteri Yohana, yakni menaikkan batas usia perkawinan di atas usia anak atau 18 tahun, dan idealnya di atas 21 tahun. UU itu juga berisi pembatasan dispensasi perkawinan, dan penambahan pasal pencegahan perkawinan usia anak.
“Penyempurnaan UU perkawinan usia anak menjadi kebutuhan yang mendesak. Perlu adanya intervensi dari pemerintah untuk menghentikan praktik-praktik perkawinan usia anak yang membahayakan dan merampas hak-hak anak yang seharusnya dijamin oleh negara,” kata Yohana dalam Diskusi Media `Perkawinan Usia Anak` di Jakarta, pada Senin (6/8).
“Selain itu, juga dibutuhkan kepastian hukum dan pengetatan mekanisme dispensasi yang hanya dapat diberikan secara limitatif melalui pertimbangan pengadilan yang jelas,” imbuhnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, satu dari empat anak perempuan di Indonesia telah menikah pada umur kurang dari 18 tahun pada 2008 hingga 2015. Tercatat 1.348.886 anak perempuan telah menikah di bawah usia 18 tahun pada 2012.
Bahkan setiap tahun, sekitar 300.000 anak perempuan di Indonesia, menikah di bawah usia 16 tahun. Walaupun angka perkawinan usia anak terus menurun setiap tahunnya, hal tersebut tergolong masih sangat lambat.
Melihat hal itu, Menteri Yohana menilai tingginya angka perkawinan usia anak tidak lepas dari rendahnya tingkat pendidikan, tingginya angka kemiskinan, norma sosial budaya yang berlaku, dan ketidaksetaraan gender dalam keluarga.
“Perkawinan usia anak juga identik dengan perjodohan yang dilakukan oleh orang tua dengan alasan ekonomi. Anak-anak perempuan dari keluarga miskin berisiko dua kali lebih besar terjerat dalam perkawinan usia anak,” tegasnya.
KEYWORD :Perkawinan Pernikahan Anak KPPPA