Marlen Sitompul | Kamis, 09/08/2018 04:07 WIB
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah bukti relevan dari telepon seluler (HP) milik Dirut PT PLN Sofyan Basir yang disita terkait skandal suap PLTU Riau-1.
Juru Bicara
KPK Febri Diansyah mengatakan, penyitaan HP milik Sofyan guna melengkapi sejumlah bukti dalam pengembangan kasus suap proyek senilai 900 juta dollar Amerika Serikat itu.
"Saya belum bisa bicara banyak soal isi komunikasi itu, tapi itu standar yang sama saja dalam sejumlah kasus, kalau memang ada dugaan bukti-bukti relevan di sana," kata Febri, di Gedung
KPK, Jakarta, Rabu (8/8).
Selain HP milik sofyan, kata Febri, penyidik
KPK juga menyita sejumlah alat komunikasi milik pihak lain saat penggeledahan dilakukan.
"Ada beberapa alat komunikasi pihak lain saat menggeledah sejumlah lokasi itu, tapi saya belum dapat informaai secara spesifik. Jadi ada alat komunikasi, ada data elektronik lainnya," terangnya.
Diketahui, Sofyan sudah dua kali diperiksa penyidik
KPK dalam kasus suap
PLTU Riau-I. Dugaan adanya keterlibatan Sofyan menjadi alasan penyidik memeriksa sebagai saksi.
Dimana, dugaan keterlibatan Sofyan itu diperkuat dari CCTV yang disita penyidik dari sejumlah lokasi. Dalam CCTV itu, Sofyan dan Menteri Sosial
Idrus Marham terekam beberapa kali melakukan pertemuan dengan kedua tersangka dalam kasus ini yakni Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih (EMS) dan bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
KPK tengah mendalami dugaan kongkalikong pihak PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) dengan petinggi PT PLN terkait pembahasan proyek pembangunan
PLTU Riau-I. Salah satunya terkait penunjukan langsung perusahaan Blackgold Natural Resources Limited menjadi anggota konsorsium yang menggarap proyek tersebut.
Dalam proses perjalanan proyek ini, diduga PT PLN melalui anak usahanya yakni PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) menunjuk perusahaan Blackgold Natural Resources Limited untuk mengerjakan proyek
PLTU Riau-I. Selain Blackgold dan PT PJB, perusahaan lain yang terlibat dalam konsorsium ini yaitu China Huadian Engineering dan PT PLN Batu Bara.
KPK mengendus adanya peran Eni,
Idrus Marham yang saat itu menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar dan Sofyan Basir untuk memuluskan Blackgold masuk konsorsium proyek ini.
Idrus Marham dan Sofyan Basir pun mengakui mengenal dekat kedua tersangka ini.
Tak hanya itu, Eni dari balik jeruji besi mengakui ada peran Sofyan dan Kotjo sampai akhirnya PT PJB menguasai 51 persen asset. Nilai asset itu memungkinkan PT PJB menunjuk langsung Blackgold sebagai mitranya.
Proyek pembangunan
PLTU Riau-I ini merupakan bagian dari program tenaga listrik 35 ribu Megawatt (MW) yang didorong oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pemerintah menargetkan
PLTU Riau-I bisa beroperasi pada 2020/2021.
Pada Januari 2018, PJB, PLN Batu Bara, BlackGold, Samantaka, dan Huadian menandatangani Letter of Intent (LoI) atau surat perjanjian bisnis yang secara hukum tak mengikat para pihak. LoI diteken untuk mendapatkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) atas
PLTU Riau-I. Samantaka rencananya akan menjadi pemasok batu bara untuk
PLTU Riau-I.
Dalam kasus ini,
KPK baru menetapkan Eni dan Johannes sebagai tersangka. Eni diduga telah menerima suap Rp4,8 miliar dari Johannes untuk mengatur Blackgold Natural Resources Limited masuk dalam konsorsium penggarap proyek
PLTU Riau-I.
KEYWORD :
KPK PLTU Riau Dirut PLN Idrus Marham