Sabtu, 23/11/2024 14:27 WIB

Komunikasi Dirut PLN Sofyan Basir jadi Bukti Skandal Suap PLTU Riau

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita telepon seluler (HP) milik Dirut PT PLN Sofyan Basir. HP tersebut menjadi salah satu bukti dalam pengembangan skandal suap PLTU Riau-1.

Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir di KPK (Foto: Rangga/jurnas.com)

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita telepon seluler (HP) milik Dirut PT PLN Sofyan Basir. HP tersebut menjadi salah satu bukti dalam pengembangan skandal suap PLTU Riau-1.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, isi percakapan Sofyan diduga berkaitan dengan sejumlah pihak untuk memuluskan perusahaan Blackgold Natural Resources Limited‎ jadi konsorsium pembangunan proyek invenstasi senilai 900 juta dollar Amerika Serikat itu.

"Saat penggeledahan dilakukan pertengahan Juli, di rumah Dirut PLN salah satu bukti elektronik yang disita saat itu adalah alat komunikasi yang digunakan Dirut PLN," kata Febri, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/8).

Febri belum bisa memberi penjelasan terkait siapa saja yang berkomunikasi dengan Sofyan dalam isi ponsel yang disita tersebut. Namun, Febri tidak membantah adanya komunikasi Sofyan dengan mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dan dua tersangka kasus suap PLTU Riau.

"Ya pasti untuk kebutuhan penanganan perkara, informasi yang relevan kita dalami. Itu belum bisa kita sampaikan, yang pasti akan kita dalami ada atau tidak komunikasi antara pihak-pihak tersebut," kata Febri.

Diketahui, Sofyan sudah dua kali diperiksa penyidik KPK dalam kasus suap PLTU Riau-I. Dugaan adanya keterlibatan Sofyan menjadi alasan penyidik memeriksa sebagai saksi.

Dimana, dugaan keterlibatan Sofyan itu diperkuat dari CCTV yang disita penyidik dari sejumlah lokasi. Dalam CCTV itu, Sofyan dan Menteri Sosial Idrus Marham terekam beberapa kali melakukan pertemuan dengan kedua tersangka dalam kasus ini yakni Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih (EMS) dan bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.

KPK tengah mendalami dugaan kongkalikong pihak PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) dengan petinggi PT PLN terkait pembahasan proyek pembangunan PLTU Riau-I. Salah satunya terkait penunjukan langsung perusahaan Blackgold Natural Resources Limited menjadi anggota konsorsium yang menggarap proyek tersebut.

Dalam proses perjalanan proyek ini, diduga PT PLN melalui anak usahanya yakni PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) menunjuk perusahaan Blackgold Natural Resources Limited untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-I. Selain Blackgold dan PT PJB, perusahaan lain yang terlibat dalam konsorsium ini yaitu China Huadian Engineering dan PT PLN Batu Bara.

KPK mengendus adanya peran Eni, Idrus Marham yang saat itu menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar dan Sofyan Basir untuk memuluskan Blackgold masuk konsorsium proyek ini. Idrus Marham dan Sofyan Basir pun mengakui mengenal dekat kedua tersangka ini.

Tak hanya itu, Eni dari balik jeruji besi mengakui ada peran Sofyan dan Kotjo sampai akhirnya PT PJB menguasai 51 persen asset. Nilai asset itu memungkinkan PT PJB menunjuk langsung Blackgold sebagai mitranya.

Proyek pembangunan PLTU Riau-I ini merupakan bagian dari program tenaga listrik 35 ribu Megawatt (MW) yang didorong oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pemerintah menargetkan PLTU Riau-I bisa beroperasi pada 2020/2021.

Pada Januari 2018, PJB, PLN Batu Bara, BlackGold, Samantaka, dan Huadian menandatangani Letter of Intent (LoI) atau surat perjanjian bisnis yang secara hukum tak mengikat para pihak. LoI diteken untuk mendapatkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) atas PLTU Riau-I. Samantaka rencananya akan menjadi pemasok batu bara untuk PLTU Riau-I.‎

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan Eni dan Johannes sebagai tersangka. ‎Eni diduga telah menerima suap Rp4,8 miliar dari Johannes untuk mengatur Blackgold Natural Resources Limited masuk dalam konsorsium penggarap proyek PLTU Riau-I.

KEYWORD :

KPK PLTU Riau Dirut PLN Idrus Marham




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :