Sabtu, 23/11/2024 14:09 WIB

Ahli Sebut Pengurus Peradi yang Sah Hasil Pemilihan

Ilustrasi Hukum

Jakarta - Sekretaris Program Magister Kenotariatan Universitas Jayabaya (Ubaya) Jakarta, Dr. Udin Nasrudin, S.H., M.Hum
Mengatakan, pengurus yang sah dalam satu organisasi profesi adalah hasil dari munas yang penyelenggarannya sesuai dengan anggaran dasar.

Demikian disampaikan Nasaruddin yang juga dosen luar biasa di antaranya di Universitas Djuanda (Unida) Bogor pada Program Magister Hukum dan Kenotariatan itu saat menjadi ahli ‎dalam sidang lanjutan perkara gugatan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) versi Ketua Umum (Ketum) Fauzie Yusuf Hasibuan terhadap Peradi versi Ketum Juniver Girsang, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (8/8/2018).

Nasarudin dihadirkan sebagai saksi ahli oleh ‎Peradi versi Ketum Fauzie Yusuf Hasibuan. Dikatakan Udin, harus sesuai anggaran dasar lantaran sudah mengatur secara detail bagaimana satu organisasi memilih ketua atau susunan pengurus serta penetapannya bagi yang terpilih. Pun termasuk siapa saja yang memiliki hak pilih, dan hal-hal lainnya.

"Di anggaran dasar pasti sudah secara detail sudah ada. Sah tidaknya tentu di anggaran dasar itu disebutkan di mana, di kongreskah, di munaskah, di apa yang dirujuk di anggaran dasar," kata Nasarudin.

Dicontohkan Nasarudin, misalnya dalam pemilihan pengurus di organisasi kenotariatan, di antaranya tentang ketentuan jumlah quorum yakni harus 50 plus 1. Akan tetapi jika dalam pembukaan pertama tidak tercapai, maka bisa ditutup, kemudian dalam sidang selanjutnya bisa diputuskan walaupun yang hadir kurang dari 50 plus 1.

Sebab itu, sambung Nasarudin, sah tidaknya satu kepengurusan organisasi profesi, bukan karena kepengurusan itu sudah mendapatkan persetujuan atau SK dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkuh HAM). Tetapi sah tidaknya hasil pemilihan apakah sesuai anggaran dasar atau tidak.

"Bahwa sebetulnya konteksnya itu bukan di SK menterinya atau dipelaporannya, tapi bahwa sudah terpilih di mana forumnya berdasarkan Munas atau kongres," tegas Nasarudin.

Pun demikian, Nasarudin tak menampik  ada kewajiban untuk melaporkan kepengurusan dari hasil pemilihan yang sah itu kepada Kemenkum HAM untuk memperoleh persetujuan. Utamanya untuk memenuhi asas publisitas, bahwa satu organisasi itu pengurusnya sesuai yang dilaporkan ke Kemenkum HAM.

"Tadi saya sebutkan, bahwa itu (pelaporan ke Kemenkum HAM) hanya mempunyai nilai publisitas. Jika misalkan satu perubahan satu direksi PT, walupun dapat persetujuan, dia (pengurus terpilih) bisa melakukan perbuatan hukum terkait PT tersebut. Demikian juga tadi yang belum dapat persetujuan," kata dia.

Menurut Nasarudin, perbedannya yang sudah mendapat persetujuan dari Kemenkum HAM, bahwa kepengurusan organisasi dan AD/ART-nya sudah dipastinya tidak bertentangan dengan UU Ketertiban Umum dan Kesusilaan. "Jadi jika sudah disahkan, maka telah memenuhi syarat dan tidak bertentangan dangan Undang-Undang Ketertiban Umum dan Kesusilaan. Iya (keabhasan) bukan kerena itu (sudah dilaporkan ke Kemenkum HAM)," tutur dia.‎

Pengurus yang sah sesuai hasil pemilihan sebagaimana diatur anggaran dasar dinilai bisa melakukan tugas dan wewenang meski jika belum mendapat pengesahan dari Kemenkum HAM.‎ "Yang bersangkutan bisa melakukan perbuatan hukum, tetapi karena publisitasnya belum tercapai, maka tanggung jawabnya secara pribadi. (Negara belum memberikan perlindungan hukum), tetap sah," tandas Nasarudin.

KEYWORD :

Peradi Kemenkumham MK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :