| Senin, 13/08/2018 22:37 WIB
Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung terkait kasus BLBI
Jakarta - Sidang lanjutan dugaan korupsi SKL BLBI dengan terdakwa mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) kembali bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/8/2018). Tim penasehat hukum Syafruddin mendatangkan saksi Merryana Suryana.
Merryana merupakan notaris yang mencatat Pernyataan BPPN yang diwakili Farid Herianto. Dalam pernyataannya BPPN menyenbut jika Sjamsul Nursalim telah menyelesaikan transaksi sebagaimana diatur dalam perjanjian MSAA.
Akta yang disebut Letter of Statement itu terkait penyelesaian kewajiban Nursalim kepada BPPN terkait dengan perjanjian MSAA yang ditandantangani kedua belah pihak, termasuk surat keterangan Release and Discharge (R&D).
Dijelaskan Merryana, akta Letter of Statement itu merupakan akta otentik yang mengikat para pihak. Isi akta itu disebut tetap berlaku dan mengikat selama belum digugat pembatalannya ke pengadilan.
Letter of statement itu dibuat berdasarkan perjanjian MSAA dan R&D. Penandatanganan akta ini mengartikan bahwa BPPN telah menerima penyelesaian kewajiban Nursalim seperti tertuang dalam MSAA.
Sesuai dengan prinsip MSAA, penyelesaian masalah diluar pengadilan (out off court settlement). Dimana para pihak sepakat untuk tidak melakukan tuntutan hukum pidana terkait dengan isi perjanjian yang telah disepakati.
"Letter of statement itu dibuat berdasarkan permintaan dari lawyer BPPN," ungkap Merryana.
Dikatakan Merryana, Letter of Statement tersebut sampai saat ini masih berlaku. Sebab, sepengetahuan Merryana, belum ada pembatalan dari pihak manapun terhadap isi akta tersebut.
"Pembatalan baru bisa dilakukan oleh pengadilan, dan sampai saat ini saya belum pernah mendengar," ucap dia.
Dalam Letter of Statement itu sendiri disebutkan bahwa, "Dengan pertimbangan pemenuhan oleh Tuan Sjamsul Nursalim atas transaksi-transaksi yang dimaksud dalam Perjanjian Induk, BPPN dengan ini setuju bahwa BPPN telah melepaskan dan membebaskan Tuan SJAMSUL NURSALIM dari tanggung jawab lebih lanjut berdasarkan Bantuan Likuditas, dan dengan ini melepaskan dan setuju untuk mengembalikan sesegera mungkin kepada Tuan SJAMSUL NURSALIM setiap benda yang termasuk Jaminan Likuiditas".
Dalam Letter of Statement selain itu juga diterangkan bahwa, "Surat Pernyataan ini adalah sebagai tambahan pada surat tertanggal hari ini dari BPPN kepada Tuan Sjamsul Nursalim dan Bank mengenai Bantuan Likuiditas dan pada surat tertanggal hari ini yang ditujukan oleh BPPN dan Menteri Keuangan Pemerintah Republik Indonesia kepada Tuan SJAMSUL NURSALIM dan Bank mengenai Pinjaman Pemegang Saham (seperti didefinisikan dalam Perjanjian Induk)".
Untuk diketahui, Letter of Statement adalah suatu pernyataan sepihak yang diberikan oleh BPPN di depan notaris yang pada intinya antara lain menyatakan dan menegaskan telah dibebaskan dan dilepaskannya PS dari kewajibannya atas BLBI.
Letter of Statement selaian itu juga menegaskan adanya surat-surat release and discharge yang diberikan pemerintah kepada PS sehubungan dengan pemenuhan atas kewajibannya berdasarkan MSAA.
Letter of Statement ini diberikan dalam bentuk akta otentik yang dituangkan dalam Akta No. 48, tanggal 25 Mei 1999. Akta yang dibuat di depan Merryana Suryana, SH, Notaris di Jakarta itu disebut memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna mengenai isi yang diterangkan di dalamnya.
Pihak yang menyangkal atas isi akta otentik disebut wajib membuktikan di dalam pengadilan bahwa isi dari akta tersebut adalah tidak benar. Keterangan dalam akta tersebut demi hukum wajib dianggap benar sepanjang belum ada putusan pengadilan yang menyatakan isi akta otentik tersebut tidak benar.
Syafruddin Arsyad Temenggung sebelumnya didakwa jaksa
KPK telah menyebabkan kerugian kepada negara lantaran menerbitkan
SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim , mantan pemegang saham pengendali Bank BDNI, pada 2004.
Menurut
KPK, Nursalim belum berhak menerima SKL karena belum persoalan kredit bank kepada 11.00 peternak udang yang menjadi plasma perusahaan PT Dipasena Citra Darmaja belum diselesaikan. Pemberian SKL ini dinilai telah membuat pemerintah kehilangan hak tagih.
Kredit itu sendiri disalurkan pada saat sebelum krisis ekonomi 1997-1998, dimana sebagain dalam bentuk valas. Tagihan petambak senilai US$ 390 juta atau setara Rp 1,3 triliun pada kurs saat itu. Ketika kurs rupiah anjlok pada saat krisi, nilai utang petani tersebut membengkak menjadi Rp 4,8 triliun sehingga mereka kesulitan untuk membayar.
KEYWORD :
SKL BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung KPK