Marlen Sitompul | Selasa, 14/08/2018 12:31 WIB
Gedung KPK RI (foto: Jurnas)
Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pemeriksaan terhadap petinggi PT Pembangkitan Jawa-Bali (PT PJB) dalam kasus suap PLTU Riau-1.
Kali ini, penyidik
KPK akan meminta keterangan kepada Direktur Pengembangan dan Niaga PT PJB, Henky Heru Basudewo. Sedianya, karyawan BUMN tersebut akan diperiksa untuk tersangka Eni Maulani Saragih (EMS).
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EMS," kata Juru Bicara
KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa (14/8).
Diketahui, proyek pembangkit listrik mulut tambang itu merupakan bagian dari program 35 ribu Megawatt (MW) yang digagas oleh pemerintahan pusat.
PLTU Riau-I itu ditargetkan bisa beroperasi pada 2020/2021.
Pada proyek ini, PLN melalui PT Pembangkit Jawa-Bali (PT PJB) menggarap proyek investasi senilai 900 juta dollar Amerika Serikat ini. Setelah dirancang memiliki saham 51 persen, PT PBJ kemudian menunjuk Blackgold Natural, anak usaha Blackgold PT Samantaka Batubara, China Huadian Engineering, dan PT PLN Batu Bara untuk menggarap pembangunan
PLTU Riau-I.
Penyidik sendiri sebenarnya sudah mengantongi dugaan bancakan proyek tersebut dari sejumlah petinggi perusahaan penggarap. Saat ini, penyidik sedang mengkonstruksikan peran masing-masing perusahaan dalam kasus dugaan suap kesepakatan kerjasama proyek
PLTU Riau-1.
"Beberapa waktu yang lalu
KPK juga sudah memeriksa sejumlah pihak baik dari perusahaan BUMN anak perusahaan BUMN ataupun perusahaan asing yang masih menjadi bagian atau mengetahui skema kerjasama
PLTU Riau 1 itu," tekan Febri.
Sejauh ini,
KPK baru menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih dan bos Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka kasus dugaan suap pembangunan
PLTU Riau-1.
Eni diduga telah menerima uang sebesar Rp500 juta yang merupakan bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek terkait kontrak kerjasama Pembangunan
PLTU Riau-1. Uang tersebut diberikan oleh Johannes Kotjo melalui keluarga serta staf Eni Saragih.
Uang Rp500 juta itu merupakan pemberian keempat dari Johannes Kotjo. Sebelumnya, Johannes Kotjo telah memberikan uang suap sebesar Rp2 miliar pada Desember 2017; Rp2 miliar pada Maret 2018; dan Rp300 juta pada Juni 2018.
Uang suap tersebut diduga untuk memuluskan proses penandatangan kerjasama terkait pembangunan
PLTU Riau-1.
KPK menduga Eni Maulana Saragih bersama sejumlah pihak telah menerima uang suap sekira Rp4,8 miliar.
KEYWORD :
KPK PLTU Riau Dirut PLN Idrus Marham