Ilustrasi Kepolisian
Jakarta - Massa pendukung ganti presiden maupun massa pendukung Presiden Jokowi diharapkan bisa menahan diri agar konflik horizontal tidak terjadi menjelang Pilpres 2019. Di sisi lain Polri diharapkan bisa bersikap profesional dan tegas dalam menjaga Kamtibmas serta tidak mentolerir setiap potensi ancaman keamanan yang bisa memicu konflik orizontal di akar rumput.
Hal itu diutarakan Ketua Presidium Indonesian Police Watch, Neta S Pane kepada wartawan, Jakarta, Senin (27/8). Neta menilai, kasus yang terjadi di Pekanbaru dan Surabaya tidak boleh dibiarkan dan harus disikapi Polri dengan profesional dan tegas. Polri harus hadir secara maksimal dalam menjaga keamanan dan jangan membiarkan potensi konflik menjadi kekacauan sosial.
Dirinya melihat, eskalasi konflik antara massa ganti presiden dan massa pendukung Presiden Jokowi kian tinggi, Polri perlu melakukan dialog dengan tokoh tokoh kedua kelompok. Jika kondisinya kian panas dan bisa menimbulkan kerawanan sosial, Polri jangan segan segan untuk melarang kedua belah pihak melakukan kegiatan di seluruh wilayah Indonesia hingga massa kampanye tiba.
“Polri jangan ragu untuk bersikap tegas. IPW mendukung penuh sikap tegas aparatur kepolisian untuk bersikap tegas dan profesional. Sebab, IPW menilai, apa yang terjadi di Pekanbaru dan Surabaya sudah sangat mengganggu ketertiban masyarakat dan membuat keresahan social,” ujar Neta.
Menurut dia, masyarakat yang tidak ikut ikutan dengan aksi kedua kelompok menjadi sangat khawatir dengan ancaman keamanan di wilayahnya. Massa ganti presiden maupun massa pendukung Presiden Jokowi hendaknya mau menyadari akan pentingnya ketertiban umum dan ketentraman publik yang didambakan semua pihak.
Neta mengakui, memang tidak ada satu pun undang undang yang melarang aktivitas kedua kelompok. Namun karena aktivitasnya sudah memunculkan konflik dan berpotensi menimbulkan kekacauan sosial, atas nama ketertiban umum dan kepentingan publik, Polri bisa bertindak tegas untuk menghentikan semua kegiatan kedua kelompok. IPW juga berharap KPU menyikapi situasi ini, untuk melarang kegiatan kedua kelompok hingga masa kampanye tiba.
“Demi kepentingan umum, KPU bisa mengacu ke Pasal 492 UU No 7 THN 2017 tentang kampanye di luar jadwal. Sebab dari kegiatan kedua kelompok terlihat ada yang menjelekkan jelekkan capres tertentu dan ada yang menyanjung nyanjung capres tertentu. Aroma mencuri star kampanye sangat tajam dari kedua kelompok, yang ujung ujungnya bisa menimbulkan benturan social,” tutupnya.
Sementara terpisah saat ditemui wartawan, Kapitra Ampera yang juga alumni 212 menyayangkan polemik yang semakin meruncing dari massa kedua belah pihak. “ Adem-adem saja seharusnya, tidak usah rusuh rusuh,” tegasnya.
"Saya prihatin dengan apa yang terjadi di Pekanbaru Riau. Karena mayoritas orang di situ saya kenal termasuk org yang pro dan kontra. Mobil yang dipakai Neno adalah mobil dari sahabat anak saya," ujar Kapitra.
Kapitra menyesalkan obsesi ganti presiden adalah obsesi dan dalam pendapat pakar hukum sudah masuk wilayah tindak pidana karena ada struktur dan hasutan kepada pemerintah yang sah. "Kalangan aparat penegak hukum sudah harus mulai masuk ke penyelidikan. Siapa strukturnya termasuk Neno di dalamnya," tegas Kapitra.
Sebelumnya diberitakan, Kepolisian Daerah Riau membantah bahwa perlakuan massa yang menghadang Neno Warisman di gerbang Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru adalah tindakan persekusi. "Tidak ada persekusi. Yang ada hanya kita mengamankan semua pihak dari potensi gangguan kamtibmas. Kemarin kita lihat ada lemparan. Jadi kita mengamankan semua pihak," jawab Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto saat konferensi pers, Minggu (26/8/2018).
KEYWORD :Polisi IPW