Bendera kebangsaan Turki bersanding bendera kebangsaan Amerika Serikat (R) (Foto:Aliliance/AA/C. Ozdel)
Jakarta - Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menyatakan, pihaknya sangat prihatin atas kemungkinan serangan terhadap Idlib, markas pemberontak besar terakhir di Suriah, yang terjadi Jumat lalu.
Berbicara kepada wartawan menjelang pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa dan kandidat negara-negara, Cavusoglu mengatakan Turki berusaha mencegah serangan terhadap Idlib Suriah, yang akan menjadi bencana.
Idlib terletak dekat dengan perbatasan Turki dan pada Mei ditetapkan sebagai zona de-eskalasi yang melarang secara tegas tindakan agresi sebagai bagian dari proses perdamaian Astana yang sedang berlangsung.
Sesekali Bentrok soal Batas Laut Cina Selatan, Tiongkok-Vietnam Menandatangani 14 Kesepakatan
Namun demikian, selama dua bulan terakhir, zona de-eskalasi Idlib telah menjadi sasaran serangan udara sengit yang dilakukan oleh Rusia dan pasukan rezim Assad.
Cavusoglu juga menanggapi pertanyaan atas pembelian sistem pertahanan rudal Rusia S-400 oleh Turki.
"Turki membeli sistem pertahanan rudal S-400 Rusia... Tidak akan ada lagi argumen mengenai hal itu. Turki sangat membutuhkan sistem itu," tambah Cavusoglu.
Desember lalu, Turki mengumumkan telah menyelesaikan perjanjian dengan Rusia untuk pembelian dua sistem S-400 pada awal 2020.
S-400 adalah sistem rudal anti-pesawat jarak jauh Rusia yang paling canggih, dengan kemampuan untuk membawa tiga jenis rudal yang mampu menghancurkan target, termasuk rudal balistik dan jelajah.
Pada Juni, Senat Amerika Serikat (AS) meloloskan undang-undang yang melarang penjualan jet F-35 ke Turki, dikarenakan pembelian S-400 serta penahanan warga negara AS oleh Turki.
Berbicara tentang hubungan antara Turki dan AS, Cavusoglu mengatakan: "Presiden AS tidak hanya memiliki masalah dengan Turki, tetapi juga dia memiliki masalah dengan setiap negara anggota UE." (AA)
KEYWORD :AS Turki Amerika Trump