Dirjen PAUD dan Dikmas Harris Iskandar
Jakarta – Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD dan Dikmas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Harris Iskandar mengungkapkan, angka buta aksara terbesar di Indonesia disumbang oleh perempuan.
Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) 2017, perempuan memiliki angka buta aksara lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki dengan jumlah 1.157.703 Iaki-laki, dan 2.258.990 perempuan.
“Perlu peran pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk bersama-sama dalam penuntasan buta aksara,” kata Dirjen Harris pada Selasa (4/9) di Jakarta.
Jika dilihat lebih mendalam, kata Harris, tingginya angka buta aksara memiliki kaitan yang erat dengan kemiskinan. Desa-desa dengan taraf perekonomian yang rendah, kerap menjadi kantong buta aksara di Indonesia.
Harris kemudian mengaitkan kemiskinan di pedesaan, dengan angka buta aksara yang didominasi oleh kaum perempuan. Karena dua pertiga populasi di desa merupakan kaum perempuan, maka upaya meningkatkan angka melek aksara harus dengan menyasar perekonomian perempuan pula.
“Kalai mau menurunkan angka buta aksara, harus mendekati ibu-ibu ini dengan kewirausahaan. Dari sana bisa menghasilkan uang,” terang Harris.
Menurut data BPS serta Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud, penduduk Indonesia yang telah berhasil diberaksarakan mencapai 97,93 persen, atau tinggal sekitar 2,07 persen atau 3.387.035 jiwa (usia 15-59 tahun) pada 2017.
Sementara Angka Buta Aksara usia 15-59 tahun di lndonesia bila dilihat dari masing-masing provinsi, masih terdapat 11 provinsi memiliki angka buta huruf di atas angka nasional yaitu Papua (28,75 persen), NTB (7,91 persen), NTT (5,15 persen), Sulawesi Barat (4,58 persen), Kalimantan Barat (4,50 peren), Sulawesi Selatan (4,49 persen), Bali (3,57 persen), Jawa Timur (3,47 persen), Kalimantan Utara (2,90 persen), Sulawesi Tenggara (2,74 persen), dan Jawa Tengah (2,20 persen).
KEYWORD :Pendidikan Buta Aksara Kemdikbud