DKR menggelar protes kepada direksi BPJS di Silang Monas, Jakarta
Jakarta – Perwakilan massa Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) yang menggelar demonstrasi menuntut perombakan direksi Badan Penyedia Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, pada Rabu (12/9) diterima di Istana Negara.
Di Istana, mereka diterima oleh Kantor Staf Presiden (KSP) yang diwakili oleh Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Eko Sulistyo, tenaga ahli utama Kedeputian II Bimo Wijayanto, dan tenaga ahli utama Kedeputian IV Wandy Tutorong.
Ketua DKR sekaligus koordinator aksi Roy Pengharapan mengatakan, kedatangan mereka ke Istana yakni ingin melaporkan kondisi nyata yang terjadi di tengah masyarakat terkait layanan BPJS Kesehatan.
“Kami kawatir Pak Jokowi tidak mendapat informasi lengkap tentang BPJS. Ini semata-mata bentuk kepedulian kami kepada bapak Presiden yang kami hormati,” tutur Roy Pengharapan dalam siaran pers yang diterima redaksi.
Beberapa hal yang disampaikan Roy antara lain soal peraturan-peraturan baru yang dikeluarkan oleh direksi BPJS yang dianggap merugikan dan menyulitkan masyarakat pengguna kartu BPJS. Juga, fakta bahwa belum semua masyarakat mendapatkan KIS atau Kartu Indonesia Sehat.
Raih Hidup Sehat Sampai Usia Lanjut
Roy mencontohkan salah satu peraturan yang merugikan, yaitu peraturan BPJS tentang Kegawatdarutan, yang kini semakin mempersulit proses untuk mendapatkan kartu BPJS dalam kondisi emergensi atau gawat darurat.
“Dulu mudah tapi sekarang jadi sangat sulit dan rumit sehingga pasien bisa keburu meninggal sementara kartu emergensinya belum jadi,” tambahnya.
DPR Dukung Penuh Target Indonesia Bebas TBC 2029
Hal senada disampaikan oleh Ketua DKR wilayah Tangerang Selatan Aidil Adha. Kepada Eko Sulistyo, Aidil meminta agar dalam kondisi darurat masyarakat bisa mengakses layanan kesehatan cukup dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) saja. Selain itu, DKR memandang semua masalah yang terjadi sekarang antara lain bersumber dari direksi BPJS.
Menanggapi hal tersebut, Eko menyampaikan bahwa pemerintah selama ini telah sangat jelas menjadikan BPJS sebagai prioritas. Eko juga menjelaskan bahwa memang ada masalah dalam kelancaran pembayaran kewajiban BPJS, namun hal itu sudah mendapatkan perhatian presiden.
“Presiden minggu lalu sudah memerintahkan agar segera dilakukan pembayaran. Presiden juga telah memahami masalah-masalah dalam BPJS,” tegas Eko.
Tambahan kasus disampaikan oleh Syafrudin, Ketua DKR Bogor dan Didi Wahyudi, Ketua DKR Tangerang Kota. Peraturan Direksi BPJS No. 2 tentang katarak kini tidak bisa langsung dioperasi. Persatuan dokter mata, menurut keduanya, sudah menolak BPJS untuk operasi katarak.
Selain itu DKR juga mengeluhkan Peraturan Direksi No. 3 soal melahirkan. “Melahirkan dulu gratis di rumah sakit sekarang bayar dan pengguna BPJS hanya bisa gratis melahirkan di puskesmas,” ujar Didi Wahyudin.
Sementara Bimo Wijoyanto menjelaskan perubahan peraturan dimaksudkan agar rumah sakit lebih berhati-hati dalam menangani pasien. Ini juga dilakukan di negara-negara maju seperti Australia atau negara lainnya.
“Namun intinya bisa dipastikan bahwa pemerintah tidak bermaksud mengurangi manfaat dari BPJS,” jelas Bimo.
Bimo menambahkan bahwa Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko juga telah memanggil Direktur BPJS beberapa waktu lalu untuk memastikan agar masalah-masalah yang terjadi bisa diatasi. Termasuk masalah obat-obat yang diperlukan pasien agar tidak sulit didapatkan.
KEYWORD :Kesehatan BPJS