Sabtu, 23/11/2024 22:40 WIB

Yusril: Misrepresentasi Kasus SAT Tak Ada

Sjafruddin Arsyad Temenggung (SAT) akan menyampaikan pledoi atas tuntutan yang telah disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Senin (3/9) lalu.

Kuasa hukum SAT, Yusril Ihza Mahendra

Jakarta - Sjafruddin Arsyad Temenggung (SAT) akan menyampaikan pledoi atas tuntutan yang telah disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Senin (3/9) lalu. Dimana, SAT dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Menanggapi hal itu, kuasa hukum SAT, Yusril Ihza Mahendra memastikan peristiwa atau perbuatan misrepresentasi tidak pernah terjadi. Menurutnya, unsur melawan hukum dari dakwaan dan tuntutan JPU terhadap SAT tidak terbukti.

"Peristiwa atau kejadian dimana SN menyatakan hutang tersebut lancar adalah tidak pernah ada. Karena tiada seorang pun saksi maupun bukti-bukti lain termasuk bukti surat dan pengakuan SN yang membuktikan adanya peristiwa itu," kata Yusril, ketika dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (12/9).

Yusril menjelaskan, hutang Petambak adalah kepada BDNI. Dimana, hutang tersebut merupakan salah satu asset BDNI. Sedangkan BDNI telah di ambil alih oleh BPPN sejak 3 April 1998 lebih dari satu tahun sebelum MSAA di closing pada 25 Mei 1999.

"Pada saat pembuatan MSAA seluruh data neraca dan perhitungan berasal dari BPPN sendiri. Bagaimana sekarang setelah 20 tahun baru dinyatakan ada misrepresentansi," terangnya.

Apalagi, kata Yusril, MSAA adalah suatu perjanjian Perdata, dimana didalamnya jelas tertera bahwa jikalau ada perselisihan atau argumentasi misrepresentansi seharusnya diselesaikan melalui jalur Hukum Perdata. Sebelum ada keputusan Pengadilan Perdata yang berkekuatan hukum tetap, berarti tidak ada misrepresentansi.

Dalam argumentasinya, Yusril juga menunjuk pada dua saksi atas sangkaan tersebut yang diajukan JPU yaitu Glenn M Yusuf dan Rudy Suparman.

Glenn Yusuf, mantan Ketua BPPN dalam persidangan mengakui bahwa pada mulanya dalam suratnya menyatakan bahwa SN telah menyatakan bahwa hutang petambak adalah lancar, tapi kemudian dalam persidangan setelah mendengarkan keterangan kesaksian Farid Harianto mantan Wakil Ketua BPPN, bahwa SN tidak pernah hadir dalam rapat.

Glenn Y usuf meralat keterangannya sendiri dan menyatakan bahwa dia baru sekarang mengetahui bahwa SN tidak pernah hadir dalam negosiasi dan juga seketika merubah pernyataannya yang menyatakan bahwa advisor yang mewakili.

Glenn juga mengakui bahwa dia sendiri tidak pernah hadir dalam rapat tersebut dan informasi tersebut hanya diperoleh dari stafnya.

Saksi Rudy Suparman, mantan Direktur Utama Danareksa dalam persidangan menyatakan bahwa SN selaku pemegang saham pengendali BDNI mempresentasikan pinjaman kepada petani tambak sebesar Rp. 4,8T sebagai pinjaman lancar melalui advisornya.

Menurut Yusril, keterangan dua orang saksi tersebut justru membuktikan bahwa tidak ada kata-kata atau keterangan dari SN sendiri yang menyatakan hutang petambak adalah lancar. Yusril menyimpulkan Glenn menyatakan SN tidak hadir dalam negosiasi dengan demikian SN tidak mungkin menyatakan bahwa hutang petambak adalah lancar.

Glenn dan Rudy, sambung Yusril menyatakan kata-kata tersebut disampaikan oleh advisornya. Ini justru membuktikan bahwa SN tidak pernah menyatakan sendiri.

"Apakah betul advisor pernah menyatakan hal tersebut, siapa nama advisornya, kapan, dimana, dan terhadap siapa disampaikan? Semua hal itu tidak pernah dibuktikan di pengadilan karena advisor tersebut tidak pernah diperiksa dan tidak pernah memberikan keterangan di persidangan," ujarnya.

Yusril menambahkan advisor bukanlah kuasa dari SN, sehingga apabila benar (quad non) advisor menyatakan hal tersebut, tentu SN tidak bisa dimintai pertanggungjawaban karena advisor bukan kuasa dari SN.

"Berdasarkan keterangan dua orang saksi tersebut di atas membuktikan tidak ada misrepresentasi terhadap MSAA sebagaimana didakwakan terhadap SAT," ujarnya.

Yusril juga menyanggah pendapat hukum/legal opinion LGS bahwa SN telah melakukan misrepresentasi dalam pelaksanaan MSAA.

Menurutnya, apa yang disampaikan oleh LGS tersebut hanyalah pendapat/opini dan bukan fakta hukum, sedangkan LGS, dalam hal ini Timbul Lubis, memberikan kesaksian sebagai saksi fakta.

"Dengan demikian keterangan saksi tersebut yang merupakan pendapat hukum/opini belaka bukanlah merupakan keterangan saksi yang sah dan yang dapat diterima berdasarkan Pasal 184 KUHAP. Sehingga keterangannya tidak bernilai secara hukum dan harus dikesampingkan," demikian Yusril.

KEYWORD :

Kasus BLBI KPK Yusril Ihza Mahendra




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :