(Foto: Istimewa)
Jakarta - Jika merujuk laporan Bank Dunia, ada miss match antara higher education di perguruan tinggi dan kebutuhan pasar. Rektor Universitas Atma Jaya Jakarta, A. Prasetyantoko mengatakan, ada beberapa hal yang menjadi tantangan bersama ke depan.
“Kita tahun lulusan pendidikan dari suplai cukup tinggi, cuma yang kualifikasi yang dibutuhkan pasar enggak banyak. Problem ini harus diselesaikan. Jadi apa yang diajarkan enggak nyabung karena [kampus] engga pernah punya koneksi dengan dunia riill [pasar]," ujarnya di Jakarta, Rabu (12/9).
Sedari awal, lanjutnya universitas yang belum punya background industri bisa didorong supaya ada vokasi sejak awal, seperti halnya kampus dengan background vokasi misal Podomoro, dan UMN
Kemudian, disparitas antara lulusan perguruan tinggi. Perbedaan yang terjadi bisa dikatakan antara langit dan bumi. Ambil contoh kampus-kampus yang masuk klaster 100 perguruan tinggi yang terbaik, bandingkan dengan kampus lain, secara kualitas lulusan berbeda jauh karena perguruan tinggi yang baik didukung dana riset dan lainnya.
Direktur Pembelajaran Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek Dikti Paristiyanti Nurwardani mengatakan selama ini memang ada ketidaksesuaian antara kebutuhan dan ketersediaan sesuai dengan Survei Bank Dunia 2008.
Selain itu, fakta yang mengemuka adalah kritik terhadap lulusan di mana masih terkendala di English proficiency, leadership, dan IT skills, serta pekerjaan yang kurang relevan dengan latar belakang pendidikan.
Ditambah persoalan lain yakni lulusan yang kurang kompetitif, rendahnya kemampuan komunikasi lisan dan tertulis, rendahnya berfikir kritis, percaya diri dan lunturnya nilai-nilai kebaikan. Sebab itu, Kemenristekdikti akan melakukan pertama, peningkatan akses relevansi, salah satunya dengan revitalusasi regulasi.
“Regulasi akan disederhanakan, dengan menggabungkan 60 regulasi terkait pendidikan dengan 2-3 regulasi saja, mudah-mudahan bisa disederhanakan," harapnya.
KEYWORD :Perguruan Tinggi Lulusan Kualitas