Wartawan Reuters (foto: Aljazeera)
Hanoi - Pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi menegaskan, dua wartawan Reuters yang dijatuhi hukuman penjara tujuh tahun tidak ada kaitannya dengan dengan kebebasan berekspresi.
"Mereka tidak dipenjara karena mereka wartawan, mereka dipenjara karena pengadilan memutuskan bahwa mereka melanggar Undang-Undang di wilayah tersebut," terang Suu Kyi pada Forum Ekonomi Dunia di Hanoi, dilansir Reuters, Kamis (14/9).
Dua wartawan Reuters, Wa Lone (32), dan Kyaw Soe Oo (28), dinyatakan bersalah karena berusa menyelidi pembantaian yang dilakukan oleh pasukan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya.
"Saya bertanya-tanya apakah semua orang benar-benar membaca ringkasan hakiman. Kasus ini tidak ada hubungannya dengan kebebasan berekspresi sama sekali, tetapi Undang-undang Rahasia Resmi," terang Suu Kyi.
"Jika kita percaya pada aturan hukum, mereka memiliki hak untuk mengajukan banding atas putusan dan untuk menunjukkan mengapa penilaian itu salah," sambungnya.
Ketika diminta untuk mengomentari ajakan Pence untuk membebaskan para jurnalis, Suu Kyi menanggapi dengan menanyakan apakah para kritikus merasa ada ketidakadilan yang terjadi."Kasus ini telah berlangusung di pengadilan terbuka dan semua dengar pendapat telah terbuka untuk semua orang yang ingin pergi dan menghadiri mereka dan jika ada yang merasa ada ketidakberesan keadilan, saya ingin mereka menunjukkannya," katanya.Sebelumnya, di tempat yang sama , Suu Kyi mengatakan, di belakangnya pemerintahannya bisa menangani situasi di negara bagian Rakhine lebih baik.
"Tentu saja ada cara di mana kita, dengan melihat ke belakang, mungkin berpikir bahwa situasinya bisa ditangani dengan lebih baik," kata Suu Kyi.
"Tapi kami percaya bahwa demi stabilitas dan keamanan jangka panjang, kami harus adil terhadap semua pihak ... Kami tidak dapat memilih dan memilih siapa yang harus dilindungi oleh aturan hukum," sambungnya.
Sekedar diketahui, sekitar 700.000 Muslim Rohingya melarikan diri dari Rakhine setelah pasukan pemerintah memimpin penumpasan brutal di negara Rakhine Myanmar sebagai tanggapan atas serangan oleh Arakan Rohingya Salvation Army di 30 pos polisi Myanmar dan pangkalan militer pada bulan Agustus 2017.
Bulan lalu, peneliti Amerika Serikat (AS) mengatakan militer Myanmar melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan geng Rohingya dengan "niat genosida", dan bahwa panglima tertinggi dan lima jenderal harus dituntut atas kejahatan berat di bawah hukum internasional.
Meski demikian, Myanmar membantah tuduhan kekejaman. Suu Kyi mengatakan militernya melakukan tindakan yang dapat dibenarkan terhadap militan (terorisme). (Reuters)
KEYWORD :Myanmar Rohingya Reuters Aung San Suu Kyi