Marlen Sitompul | Minggu, 16/09/2018 14:31 WIB
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah saat Ngopi Bareng Netizen di Surabaya
Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk segera merevisi Peraturan KPU (PKPU) terkait larangan mantan koruptor untuk maju sebagai calon anggota legislatif (Caleg) pada Pemilu 2019 mendatang.
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengatakan, Mahkamah Agung (MA) telah mengembalikan pengertian dan kesadaran tentang sesuatu yang benar bahwa
KPU tidak boleh membuat norma. Karena itu bukan tugas
KPU.
"Pembuatan norma, hanya dilakukan DPR bersama Presiden dalam pembuatan UU.
KPU sebagai pelaksana teknis UU, hanya membuat aturan yang sesuai dengan UU, tidak boleh membuat aturan tambahan yang membuat norma dan lainnya," kata Fahri, melalui pesan singkatnya, Jakarta, Minggu (16/9).
Hal itu menyikapi putusan MA yang menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan UU Pemilu No 7 Tahun 2017.
Kata Fahri, putusan MA tersebut sudah sesui dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di tanah air. Untuk itu,
KPU harus segera merevisi P
KPU tersebut.
"Jadi keputusan MA ini melegakan dan kepada
KPU untuk segera merevisi P
KPU yang sesuai dengan UU, keputusan MA, serta MK sebelumnya," tegasnya.
Diketahui, MA telah resmi membatalkan Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g P
KPU Nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten Kota.
Dengan putusan tersebut, maka mantan narapidana kasus korupsi diperbolehkan untuk mendaftarkan diri sebagai caleg pada
Pemilu 2019.
Juru bicara MA, Suhadi mengatakan pertimbangan putusan tersebut karena Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g P
KPU Nomor 20 tahun 2018 bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
"Itu bertentangan dengan UU Pemilu. UU Pemilu kan membolehkan dengan persyaratan tertentu tapi kalau P
KPU kan menutup sama sekali," kata Suhadi.
Permohonan uji materi Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g P
KPU Nomor 20 tahun 2018 diajukan oleh sekitar 12 pihak. Para pemohon itu di antaranya Muhammad Taufik, Djekmon Ambisi, Wa Ode Nurhayati, Jumanto, Masyhur Masie Abunawas, Abdulgani AUP, Usman Effendi, dan Ririn Rosiana.
Mereka memohon pengujian Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g P
KPU Nomor 20 Tahun 2018 dan Pasal 60 huruf j P
KPU Nomor 26 Tahun 2018 yang dinilai bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu.
KEYWORD :
Pemilu 2019 KPU PKPU Bawaslu