Sabtu, 23/11/2024 12:00 WIB

Aktivis dan Jurnalis Demo Pemerintah Myanmar

Kedua jurnalis itu divonis penjara tujuh tahun karena melanggar undang-undang rahasia negara selama meliput pembantaian minoritas Rohing yang tidak memiliki kewarganegaraan.

Ilustrasi Kekerasan Wartawan

Jakarta - Aktivis dan jurnalis Myanmar memprotes pemenjaraan dua wartawan Reuters yang menyelidiki pembantaian etnis Rohingya di Myanmar.

Di perkirakan ratusan orang, temasuk siswa sekolah menengah berkumpul di pusat Yangon, kota besar Myanmar meneriakkan slogan-slogan mengecam vonis bersalah pasangan Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, pada Minggu kemarin.

Para demonstran melepas balon hitam yang bergambar foto-foto dua pewarta itu. Kemudian salah satu spanduk bertuliskan, "Pembunuhan bukan rahasia negara dan mengungkapkan."

Awal bulan ini, kedua jurnalis itu divonis penjara tujuh tahun karena melanggar undang-undang rahasia negara selama meliput pembantaian minoritas Rohing yang tidak memiliki kewarganegaraan.

Thar Lun Zaung Htet, seorang wartawan yang terlibat dalam pengorganisasian protes, mengatakan hukuman terhadap wartawan yang hanya melakukan pekerjaan mereka akan menghambat pelaporan di Myanmar.

"Kehilangan kebebasan pers berarti transisi demokrasi kami akan mundur," katanya kepada Reuters.

Keputusan itu menyebabkan kegemparan dan kutukan internasional. Organisasi hak asasi manusia, PBB dan sejumlah pemerintah menyerukan pembebasan wartawan.

"Kami sangat marah. Kami kecewa dengan pemerintahan baru. Sayang sekali," kata aktivis Maung Saung Kha, 25, kepada kantor berita AFP.

Pemerintah sipil pemimpin de facto Aung San Suu Kyi mengambil alih kekuasaan pada 2016 setelah  melengserkan tentara negara yang kuat memimpin negara itu selama 50 tahun.

KEYWORD :

Myanmar Rohingya Reuters Aung San Suu Kyi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :