Presiden China, Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump (Foto: Getty Images)
Jakarta – Lewat perang dagang dua ekonomi terbesar dunia, Indonesia bisa meraup keuntungan. Indonesia bisa menjadi penyedia kebutuhan China yang tidak masuk ke Amerika Serikat (AS) dan sebaliknya, produk AS yang terhambat masuk ke China.
Demikian kata seorang eksekutif pada Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia pada acara workshop `Perang dagang AS-RRT, peluang dan antisipasi` di Jakarta, Selasa (18/9) kemarin.
Meski begitu, Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kadin Handito Joewono, mengaku tidak mudah, terutama karena Indonesia harus bersaing dengan Vietnam, Malaysia dan Thailand yang posisinya lebih tinggi sebagai eksportir ke Amerika.
Masjid Punya Peran Khusus Rawat Kemerdekaan RI
"Negara-negara itu juga mengincar posisi yang sama dengan kita, jadi ini bukan hal yang mudah," ujar Handito.
Peluang ini bisa diambil dengan menambah jumlah eksportir, melakukan diversifikasi barang ekspor, menggunakan instrumen harga dan mengembangkan ekosistem ekspor yang mendukung.
Masih banyak pengusaha dalam skala besar yang belum mengembangkan pemasaran hingga ekspor. Selain itu, pengusaha yang baru saja memulai usahanya juga harus didorong untuk berani langsung melakukan ekspor, kata Handito.
Karena itu, market place seperti Alibaba dan Lazada serta platform lain harus didorong untuk lebih banyak menampung produk dari Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia agar produknya lebih mendunia.
KPK Tetapkan 4 Tersangka Korupsi PT ASDP
Sedangkan diversifikasi produk ekspor bisa dilakukan dengan mengembangkan kawasan perdagangan bebas seperti Batam yang bisa menampung barang dari China maupun Amerika untuk diekspor kembali.
"Pasarkan saja barang-barang dari negara yang sedang perang dagang. Kita juga bisa mengambil peran sebagai negara trader," ujarnya.
Harga juga bisa dinaikkan karena jumlah barang yang diperdagangkan menjadi lebih sedikit akibat perang dagang.
Indonesia, menurut Handito, sudah memilih menjadi negara berbasis industri dengan orientasi ekspor. Dalam jangka waktu 10-15 tahun mendatang, dengan komitmen berbagai pihak, ekspor Indonesia bisa meningkat dari USD150 miliar pada 2016 menjadi setidaknya USD750 miliar pada 2025-2030.
"Tapi harus ada langkah-langkah strategis dan terobosan," katanya.
"Untuk kepentingan dalam negeri kita juga harus mengencangkan ikat pinggang. Artinya belanja hanya yang perlu dan membangun kecintaan produk Indonesia," sambungnya. (aa)
KEYWORD :perang dagang China Amerika Serikat Indonesia ekspor