Marlen Sitompul | Sabtu, 20/10/2018 14:16 WIB
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X
Jakarta - Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai simbol negara yang hingga saat ini belum seutuhnya berjalan dengan baik. Untuk itu, amandemen UUD 1945 dinilai perlu dilakukan.
Demikian disampaikan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, saat acara
Press Gatehering Pimpinan MPR dengan Wartawan Parlemen di Yogyakarta, Jumat (19/10).
Menurutnya, dalam rangka membangun bangsa dan negara saja, sejumlah elite masih bicara soal mayoritas dan minoritas. Dimana, ketika berada di oposisi bukan berarti tidak bisa masuk dalam kabinet pemerintahan.
"Makanya bagi saya sangat penting UUD yang sudah diamandemen lima kali itu perlu diamandemen lagi. Karena di situ Bhineka Tunggal Ika dikatakan simbol negara," kata Sultan.
"Bagi saya untuk apa kalau dia dikatakan simbol negara, harus masuk dalam pasal? Bagi saya Bhineka Tunggal Ika itu tidak sekadar simbol negara, tapi strategi integrasi bangsa," lanjutnya.
Padahal, kata Sultan, bangsa Indonesia dibangun berdasarkan negara kesatuan republik yang memang bhineka tunggal ika. Menurutnya, dalam kebersamaan membangun, dari yang berbeda-beda itu menyatakan diri satu.
"Jika Pancasila pun bukan kesatuan Indonesia, tapi Persatuan Indonesia. Sehingga yang kecil apa pun, parpol maupun etniknya tetap menjadi bagian besar negara Indonesia," katanya.
Sebenarnya, kata Sultan, persoalan bhineka sudah final, karena yang berbeda-beda telah menyatakan diri satu. "Tapi kita tidak pernah diberitahu oleh para pemimpin. Selalu bicaranya, bhineka, kemajemukan, tapi tidak pernah dikatakan yang Ika itu pun harus menerima perbedaan," terang Sultan.
KEYWORD :
Warta MPR Empat Pilar Press Gatehering