Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbud Hilmar Farid dan Ketua Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia Dr. Wiwin Djuwita (Foto: Muti/Jurnas)
Jakarta – Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Hilmar Farid menyebut praktik pengembangan aset cagar budaya Indonesia masih sering menabrak aturan.
Padahal pemerintah sudah menerapkan standar operating procedure (SOP), yang mengatur agar para pemilik cagar budaya, dalam rangka pengembangan aset, tetap tidak mengganggu upaya pelestarian.
“Kalau pemilik gedung itu kan maunya gas pol. Pokoknya mau yang cepat, meski kadang nabrak aturan. Kami yang ingin melestarikan ingin rem pol, memastikan tidak lari, tidak nabrak,” kata Hilmar dalam acara Seminar Nasional bertajuk `Peluncuran Buku, dan Penghargaan Pemenang Lomba Penulisan Cagar Budaya`, di Kantor Kemdikbud Jakarta, pada Sabtu (20/10).
Mengutip pernyataan Ketua Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia, Dr. Wiwin Djuwita Ramelan yang hadir dalam acara tersebut, Hilmar mengatakan sejauh ini pemerintah kerap kecolongan dalam pelestarian cagar budaya.
Laporan pemugaran dan atau perobohan bangunan, baru diberitahukan oleh pemilik pasca eksekusi. Walhasil pengawasan tak bisa dilakukan secara maksimal.
“Kadang orang merasa sebagai pemilik gedung bisa melakukan apa saja. Padahal dalam transaksi jual beli bangunan cagar budaya, maka undang-undang itu melekat padanya. Bukan karena pindah tangan kemudian pemilik boleh ngapain aja,” ujar Hilmar.
Sebagai contoh, lanjut Hilmar, pemugaran situs cagar budaya Lokananta di Surakarta, Jawa Tengah yang dikerjakan oleh tiga badan usaha milik negara (BUMN), memunculkan opsi pembangunan gedung yang berpotensi menenggelamkan bangunan utama.
Ditambah hingga saat ini belum ada pembicaraan mengenai program Lokananta pasca pemugaran, sehingga berpeluang membuat situs tersebut mengikuti jejak De Tjolomadoe.
“De Tjolomadoe, bekas pabrik gula yang dijadikan pertunjukan, sekarang susah mencari pertunjukan. Karena itu tadi, bangunan dulu baru mikir program. Sekarang mau kami balik, program dulu baru bangunan,” terangnya.
Disebutkan dalam UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (UU-CB), adaptasi adalah upaya pengembangan cagar budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini, dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemorosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.
KEYWORD :Kebudayaan Kemdikbud Hilmar Farid