Marlen Sitompul | Jum'at, 26/10/2018 13:12 WIB
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Lippo Group bisa kena pidana korporasi dalam kasus suap perizinan Meikarta. Hal itu menyusul petinggi Lippo Group yang menjadi tersangka.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro sebagai salah satu tersangka suap Meikarta menjadi pintu masuk mendalami keterlibatan Lippo Group sebagai korporasi.
"kalau dilihat dari pelaku pemberi suap kan petinggi (Lippo Group). Jadi seolah-olah perusahaan kurang memiliki unit compliance yang dapat memverifikasi dan mengawasi uang keluar," kata Alexander, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/10).
"Terbukti ada uang yang dikeluarkan ke pihak lain terkait perizinan. Jika ada aturan anti penyuapan pasti ketahuan. Kalau petingginya memerintahkan memberikan sesuatu," lanjutnya.
Penetapan korporasi sebagai tersangka korupsi ini berdasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.
Atas dasar itu, kata Alexander, Lippo Group bisa kena pidana korporasi terkait kasus suap perizinan Meikarta.
"Kalau mengacu pada Perma, korporasi bisa kena kalau tidak mencegah. Mungkin itu yang didalami penyidik," tegasnya.
Dalam kasus dugaan suap izin proyek pembangunan Meikarta ini, KPK telah menetapkan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro dan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
Selain Billy dan Neneng, KPK juga menjerat tujuh orang lainnya, yakni dua konsultan Lippo Group, Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ).
Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat ?MBJ Nahar (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi (NR).
KEYWORD :
Suap Meikarta Kasus Lippo Group James Riady