Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan menaruh perhatian terkait kisruh data beras. Bahkan, KPK sudah mengkaji tata kelola komoditas tersebut sejak mencuatnya kasus impor beras Vietnam pada 2014 lalu.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan, meski belum bisa dibuktikan dari sisi penindakan adanya korupsi, persoalan impor beras tersebut memperkuat adanya persoalan dalam tata niaga beras.
"Tentu dari sisi penindakan dan pencegahan hal-hal yang langsung tidak langsung dapat mempengaruhi ketahanan pangan menjadi perhatian KPK," kata Saut, saat dikonfirmasi, Senin (29/10).
Saut mengatakan, persoalan ini secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan ketidakpastian data mengenai stok beras. KPK mengamini, persoalan beras dan persoalan sandang papan, pangan lainnya kerap menjadi pintu masuk terjadinya konflik kepentingan sejumlah pihak.
Menurutnya, hal ini terjadi karena persoalan sandang, pangan dan papan mengangkut jumlah permintaan penduduk Indonesia yang mencapai ratusan juta jiwa. Dengan jumlah permintaan yang besar, para pemburu rente berupaya mencari keuntungan.
Sebelumnya, Pukat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menial, penyelesaian polemik data beras dinilai perlu melibatkan unsur penegakan hukum, misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi.
Direktur Pukat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenal Arifin Mochtar mengatakan perlu ada pihak-pihak yang ikut campur menyelesaikan masalah ini, termasuk kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apalagi, jika ada indikasi tindakan memanipulasi data atau korupsi.
“Sederhananya begini, apabila memang ini mengarah ke perilaku korupsi, wajar dalam hal ini KPK harus ikut campur,” ujarnya seperti dilansir Antara, Sabtu (27/10).
Sedans Koordinator Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, polemik data beras mesti diinvestigasi secara komprehensif.
“Kalau dikatakan metodenya berbeda, kan yang diambil sampling dan disurvei itu sama. Apalagi, untuk data nasional, Badan Pusat Statistik (BPS) itu kan dibentuk oleh UU, memiliki kewenangan untuk mengumpulkan data per instansi dan menjadi pusat data untuk nasional. Data BPS data official lho,” paparnya.
Menurut BPS, surplus beras 2018 sebesar 2,85 juta ton. Hal ini didasarkan pada potensi produksi gabah kering giling sampai akhir tahun yang sebanyak 56,54 juta ton atau setara dengan 32,42 juta ton beras. Dengan jumlah kebutuhan yang diperkirakan hampir sama dengan 2017, yakni sebesar 29,57 juta ton, maka surplus diperkirakan hanya 2,85 juta ton.
Di pihak lain, Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan ada potensi surplus sebanyak 16,31 juta ton tahun ini. Angka tersebut berasal dari prediksi produksi sebesar 46,7 juta ton dan perkiraan kebutuhan sebanyak 30,37 juta ton.
KEYWORD :Kasus Korupsi Impor Beras Menteri Perdagangan