Sabtu, 23/11/2024 03:32 WIB

Lahan Masyarakat Dirampas Paksa, Bank BNI Disebut Danai Perusak Hutan

Terjadi pembalakan liar dan pelanggaran HAM oleh raksasa bisnis kehutanan Grup Korindo
 
 

Pengunjuk rasa berkumpul di Kantor Pusat Korindo Jakarta setelah penyelidikan menunjukkan adanya perampasan lahan dan pelanggaran serius atas peraturan perundangan tentang kayu

Jakarta – Penyelidikan mendalam terhadap konglomerat Korea-Indonesia Grup Korindo telah menghasilkan dua laporan yang mencatat bukti menyeluruh mengenai tindakan ilegal, perusakan lingkungan, dan pelanggaran hak-hak masyarakat di seluruh operasi perusahaan.

Ekspansi Korindo ke dalam hutan-hutan pedalaman Indonesia melibatkan pembukaan hutan primer, pembakaran, perampasan lahan, dan tindakan kekerasan dan penangkapan masyarakat setempat secara sewenang-wenang.  Tudingan itu tulis laporan berjudul Perilous : Korindo, Land Grabbing and Banks, yang hari ini diterbitkan oleh Rainforest Action Network (RAN), Walhi, TuK-Indonesia, dan Profundo.

Pelanggaran-pelanggaran ini menyebabkan Korindo memasok kayu yang tidak berkelanjutan dan kemungkinan besar ilegal untuk konstruksi beberapa lokasi penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020, sebagaimana telah diuraikan secara singkat dalam laporan kedua yang terkait yang juga dirilis hari ini, berjudul Broken Promises.

Sekelompok pengunjuk rasa, kemarin (12/11) berkumpul di kantor pusat Korindo di Jakarta dan di kantor pusat bank pendana utama Korindo yaitu Bank Negara Indonesia (BNI). Mereka menuntut agar Korindo berhenti merusak hutan mereka, keluar dari wilayah masyarakat, dan meminta agar BNI berhenti membiayai perusahaan.

Di Maluku Utara, masyarakat pemilik lahan berjuang melawan Korindo demi menjaga tanah dan hutan tradisionalnya. Bukti dan kesaksian yang diutarakan dalam laporannya menunjukkan bahwa Korindo secara paksa merampas lahan masyarakat tanpa persetujuan warga.

Tak hanya itu, juga menggunakan api untuk secara ilegal membuka lahan, menanam kelapa sawit tanpa kelengkapan izin, dan mengkriminalisasi masyarakat yang menentang operasi perusahaan, termasuk penahanan sewenang-wenang dan kekerasan.

“Korindo melakukan kekerasan dan mengeksploitasi masyarakat Maluku Utara dan warga Indonesia,” kata Ismet, Direktur Eksekutif Walhi Maluku Utara dalam siaran persnya kepada jurnas.com.

Korindo juga Mulai dari merampas lahan masyarakat hingga melecehkan petani dan masyarakat kecil yang harus merasakan dampak negatif ini semua. Saat ini Korindo sedang berusaha merampas lebih banyak lagi hutan masyarakat di Maluku Utara untuk dijual kayunya dan kemudian ditanami kelapa sawit.

"Masyarakat terus melawan tetapi mereka meminta agar Pemerintah dan Polisi berhenti membantu memuluskan kegiatan ilegal, dan sebaliknya membantu melindungi masyarakat, kebun dan hutannya," tulis siaran pers itu.

Dipaparkannya, luas daratan Maluku Utara itu hanya 23% sisanya adalah laut. Kehadiran Korindo selama 11 tahun dengan sistem perkebunan monokultur telah menghancurkan tata sistem keragaman hayati, dimana cengkeh, pala dan kelapa telah menjadi sumber produktivitas primer warga.

"Harga sawit dibandingkan pala dan cengkeh terlampau jauh, cengkeh rata-rata 80.000 per kg dan bunga pala 180.000 per kg. Pemerintah mestinya menghentikan proses perampasan ruang hidup Masyarakat Gane yang dilakukan oleh PT. Korindo, karena kami makan sagu, bukan sawit," Ismet menjelaskan.

Penelitian yang dilakukan atas kondisi keuangan, struktur korporasi dan perusahaan cangkang luar negeri milik Korindo mengungkapkan adanya praktik tidak etis dan ilegal, termasuk di antaranya memberikan informasi yang tidak benar dan menyesatkan mengenai pengaturan pinjaman dan laporan keuangan melalui perusahaan cangkang mereka di Singapura.

Laporan ini juga mengungkap kesalahan bank dan investor yang mendanai dan memperoleh keuntungan dari operasi ilegal Korindo dan keterlibatannya dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Semua pemodal dan mitra usaha Korindo, terutama Bank Negara Indonesia (BNI), Grup SMBC, Hyosung Corporation, Sumitomo Forestry dan Oji Holdings, berperan besar dalam mendukung ekspansi usaha Korindo.

“BNI telah berkomitmen menjadi pelopor dalam pembiayaan berkelanjutan,” ungkap Edi Sutrisno selaku Wakil Direktur TuK Indonesia.

Untuk benar-benar melaksanakan komitmen ini, langkah pertamanya, mereka harus berhenti membiayai perusahaan seperti Korindo yang beroperasi tanpa izin yang cukup serta yang merampas lahan dan hutan masyarakat.

"Membiayai Korindo jelas bertentangan dengan standar bank BNI sendiri, dan bertentangan dengan regulasi dalam sektor keuangan yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). BNI harus memperketat kebijakannya, memutuskan hubungan dengan perusahaan seperti Korindo, dan menjadi bank yang berkelanjutan bagi kemaslahatan masyarakat Indonesia; bukannya para taipan,” ujar Edi.

Bukti yang disampaikan dalam laporan ini juga menegaskan bahwa Korindo memasok kayu ilegal secara tidak berkelanjutan untuk pabriknya, dan kemudian memasok kayu lapis dari pabrik tersebut untuk pembangunan fasilitas penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020.

Bukti foto, data rantai pasok perusahaan dan catatan perdagangan ekspor menunjukkan bahwa kayu lapis Korindo yang digunakan untuk membangun fasilitas penyelenggaraan Olimpiade diduga kuat terdiri dari kayu ilegal dari Maluku Utara, serta kayu yang ditebang dari habitat orang utan di Kalimantan Timur yang dipasok melalui perusahaan perdagangan milik Jepang yaitu Sumitomo Forestry.

“Panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 berjanji menyelenggarakan Olimpiade yang berkelanjutan,” kata Hana Heineken dari RAN. “Akan tetapi, mereka menggunakan lebih dari

110.000 lembar kayu lapis Indonesia yang tersangkut perusakan hutan hujan, perampasan lahan dan penggundulan habitat orangutan yang terancam punah, di mana sebagian besar dilakukan dengan membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Olimpiade seharusnya merayakan prestasi umat manusia dan solidaritas global, bukannya dibangun di atas pelanggaran HAM dan kerusakan alam di penjuru terpencil dunia.”

Temuan yang disampaikan dalam laporan ini mendesak agar tindakan tegas segera diambil, termasuk di antaranya penyelidikan oleh seluruh otoritas terkait termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia dan Jepang.

Olimpiade Tokyo 2020 serta bank dan nasabah Indonesia dan Jepang yang tersangkut skandal ini harus segera memutuskan hubungannya dengan Korindo. Ini bukan pertama kalinya Korindo terlibat dalam penghancuran hutan hujan dan pembakaran yang melanggar hukum.

Temuan dan dugaan utama dalam laporan ini telah disampaikan kepada Korindo secara tertulis pada empat kesempatan yang berbeda, yaitu pada bulan Juni, Juli, Agustus, dan Oktober 2018 lalu. Korindo bersikeras bahwa operasi yang dilakukannya telah mematuhi semua peraturan perundangan yang berlaku sepenuhnya, serta menyatakan bahwa Korindo merupakan perusahaan yang terdepan dalam keberlanjutan. (rilis Walhi/Rainforest Action Network)

KEYWORD :

Kerusakan Hutan Bank BNI Korindo Grup Pembalakan Liar




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :