Raja Arab Saudi Salman menyambut kedatangan Perdana Menteri Irak Abdul Mahdi (Foto: Bandar Algaloud/Reuters)
Riyadh, Jurnas.com - Setelah hampir tiga dekade hubungan raksasa penghasil minyak merenggang, berlahan-lahan Arab Saudi dengan Irak merajut kembali hubungan diplomatik dan ekonomi yang lebih intim. Hal itu ditandai dengan kunjungan resmi Perdana Menteri Irak ke Riyadh.
Kunjungan Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi pada Rabu (17/4) datang dua minggu setelah Arab Saudi membuka kembali konsulatnya di Baghdad untuk pertama kalinya dalam hampir 30 tahun. Pembukaan itu disertai dengan pengumuman paket bantuan satu miliar dolar untuk Irak.
Abdul Mahdi bertandang ke Riyadh dengan delegasi yang cukup besar, termasuk pejabat dan pengusaha, dengan perdagangan dianggap sebagai fokus utama dari diskusi antara dua produsen minyak terbesar OPEC.
Kantornya mengatakan para pemimpin menandatangani 13 perjanjian di berbagai bidang seperti perdagangan, energi dan kerjasama politik.
Kedua negara itu secara historis berselisih sejak invasi Irak ke Kuwait pada tahun 1990, tetapi Riyadh telah merayu Baghdad sebagai bagian dari upaya untuk membendung pengaruh Iran yang berkembang.
Dalam kunjungannya ke Teheran awal bulan ini, Abdul Mahdi bertemu Presiden Hassan Rouhani dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. Banyak pemimpin Irak, dari mayoritas Syiahnya, memiliki hubungan dekat dengan Iran, kekuatan utama Syiah di Timur Tengah.
Abdel Mahdi, diangkat sebagai perdana menteri Oktober lalu, mengatakan Irak sekarang menginginkan hubungan baik dengan Iran dan Amerika Serikat (AS).
AS menerapkan kembali sanksi keras pada sektor energi dan keuangan Teheran tahun lalu.
Tetapi Washington telah memberikan beberapa pengecualian sementara kepada Baghdad untuk mengizinkannya mengimpor gas dan listrik Iran, yang penting bagi sektor listrik Irak yang goyah.
KEYWORD :Arab Saudi Penghasil Minyak Irak OPEC