Bencana alam yang terjadi hari ini, tidak terlepas dari pola pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara eksploitatif (Foto: Solidaritas Perempuan)
Jakarta, Jurnas.com - Pada 2019, memperingati hari bumi menjadi relevan dengan melihat kerusakan bumi yang semakin parah. Laporan PBB pada Oktober 2018 menyatakan bahwa jika tidak ada tindakan yang luar biasa, maka bencana akan tiba pada tahun 2040.
Namun di Indonesia, bencana sudah terjadi. Tidak hanya berupa kerusakan ekologis, bencana juga berdampak pada manusia dan sumber-sumber kehidupannya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat selama tahun 2018, hingga bulan Oktober terdapat 1999 bencana, yang didominasi oleh bencana hidrometeorologi.
“Bencana alam yang terjadi hari ini, tidak terlepas dari pola pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara eksploitatif,” ungkap Puspa Dewy, Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan.
Menurutnya, berbagai program atas nama pembangunan, maupun investasi untuk industri esktraktif seperti pertambangan, pembangkit listrik skala besar, dan perkebunan skala besar, menjadi pola pengrusakan bumi yang terjadi secara global, dan berdampak bagi manusia, dan ekosistem di seluruh dunia tidak terkecuali di Indonesia.
Tak hanya itu, pola pembangunan yang menghancurkan bumi juga sejalan dengan masifnya konflik agraria dan perampasan sumber-sumber kehidupan masyarakat. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya konflik agraria yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
Berdasarkan data dari Konsorsium Pembaruan Agraria, sepanjang tahun 2018 tercatat sedikitnya 410 kejadian konflik agraria dengan luasan wilayah konflik mencapai 807.177,613 hektar dan melibatkan 87.568 KK di berbagai provinsi di Indonesia.
Penghancuran bumi adalah penghancuran kehidupan perempuan. Pola pembangunan patriarki, telah menghilangkan sistem dan pola pengelolaan alam oleh perempuan yang selama ini menjaga keberlanjutan bumi, serta merusak sistem dan nilai-nilai sosial termasuk kearifan lokal perempuan.
Akibatnya, perempuan hidup dalam situasi tidak aman dan terancam keberlangsungan hidup, termasuk sumber-sumber kehidupannya. Konflik yang terjadi juga mengakibatkan hilangnya nilai sosial budaya di masyarakat, di mana perempuan memiliki peran signifikan.
Penghancuran bumi juga terjadi akibat masifnya pertambangan, salah satunya pertambangan semen. Rencana pemerintah membangun pabrik semen di beberapa wilayah di Indonesia semakin memperparah penghancuran bumi.
Penghancuran kawasan karst untuk tambang semen juga menghancurkan sumber air sebagai sumber kehidupan perempuan. Padahal pengalaman perempuan yang tinggal dan hidup di sekitar pabrik PT Semen Indonesia di Kecamatan Lhok Nga, Aceh telah mengalami gangguan pernafasan, hancurnya pertanian cengkeh dan buah buahan, serta krisis air yang menjadikan beban perempuan semakin berlapis.
Pemimpin Indonesia, Presiden, Wakil Presiden, dan Anggota Legislatif yang terpilih, harus secara sungguh-sungguh menjadikan agenda penyelamatan bumi sebagai agenda politik Negara untuk keberlangsungan hidup dan kehidupan manusia ke depan.
Saatnya Pemimpin terpilih bertindak tegas atas berbagai upaya penghancuran bumi dan pelanggaran hak asasi perempuan dengan cara:
1. Melibatkan perempuan dalam setiap tahap proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring hingga evaluasi dalam kebijakan dan program pembangunan, khususnya terkait pengelolaan sumber daya alam yang berpotensi memberikan dampak terhadap perempuan
2. Harmonisasi kebijakan terkait pertanahan dan pengelolaan sumber daya alam agar berperspektif keadilan gender
3. Penyelesaian konflik agraria yang adil serta inklusif, sensitif dan responsif gender
4. Menghentikan pola-pola kekerasan dan kriminalisasi, serta keterlibatan militer dan kepolisian dalam konflik agrarian
5. Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin-izin usaha skala besar, dan menghentikan keluarnya izin-izin baru bagi perusahaan yang memiliki rekam jejak atau diduga melakukan pelanggaran HAM dan merusak lingkungan.
KEYWORD :Hari Bumi Eksploitasi Bumi Solidaritas Perempuan