Sabtu, 23/11/2024 11:07 WIB

KPK Warning Anak Buah Dirut PLN Sofyan Basir

KPK memperingatkan sejumlah direksi PLN yang dipanggil sebagai saksi untuk Dirut PLN Sofyan Basir sebagai tersangka kasus suap PLTU Riau-1 bersikap kooperatif.

Ilustrasi Gedung KPK

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperingatkan sejumlah direksi PLN yang dipanggil sebagai saksi untuk Dirut PLN Sofyan Basir sebagai tersangka kasus suap PLTU Riau-1 bersikap kooperatif.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, para saksi harus jujur memberi keterangan kepada penyidik. Sehingga, jangan sampai ada upaya menutupi kasus tersebut.

"Itu yang kami ingatkan, jadi kalau saksi dipanggil datang dan buka keterangan sejujur-jujurnya dan seluas-luasnya kalau ada upaya pihak-pihak tertentu untuk mempengaruhi saksi sampaikan ke KPK," kata Febri, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/4).

Febri menegaskan, jika ada upaya memberikan keterangan palsu untuk menghalangi penyidikan kasus tersebut, maka terancam hukuman pidana.

"Jadi kalau ada upaya-upaya untuk menghambat penanganan perkara ini maka ada risiko pidana yang diatur di pasal 21 `obstruction of justice`," tegasnya.

Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PT PLN (Persero) surat, pada Oktober 2015. Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Sayangnya, surat tak ditanggapi. Johannes akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I.

Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, Sofyan, dan Johannes. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.

Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-I. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.

Padahal, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.

Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.

Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

KEYWORD :

Suap PLTU Riau Dirut PLN Sofyan Basir




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :