Marlen Sitompul | Jum'at, 26/04/2019 10:12 WIB
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan sedang menganalisa sejumlah bukti yang muncul dalam fakta persidangan kasus suap dana hibah Kemenpora untuk KONI. Termasuk fakta persidangan soal keterlibatan Menpora Imam Nahrawi.
Dimana, fakta persidangan menjadi salah satu pintu masuk
KPK untuk menjerat pihak lain dalam sejumlah kasus korupsi. Termasuk, dugaan keterlibatan Imam Nahrawi dalam kasus suap dana hibah KONI dari Kemenpora.
Juru Bicara
KPK, Febri Diansyah mengatakan, dalam persidangan banyak kasus itu sering muncul pihak-pihak lain, nama-nama pihak lain, dan termasuk bukti-bukti lain.
"Soal cukup atau tidak cukup itu ada proses lanjutan yang harus dilakukan, misalnya kalau itu muncul di fakta persidangan maka tentu harus dianalisis dulu," kata Febri, di Gedung
KPK, Jakarta, Kamis (25/4).
Hal itu menanggapi nama Imam Nahrawi yang masuk dalam daftar penerima suap dana hibah KONI dari Kemenpora. Hal ini terungkap dalam persidangan yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dan dibenarkan Sekretaris Bidang Perencanaan dan Anggaran KONI, Suradi.
Atas dasar itu, kata Febri, hingga saat ini penyidik
KPK masih menganalisa sejumlah barang bukti yang telah dimiliki terkait dugaan keterlibatan Imam Nahrawi.
"Jaksa penuntut umum juga membuat analisi dan kemudian menyampaikan kepada pimpinan untuk pengembangan lebih lanjut atau akan dilihat dulu rangkaian-rangkaian fakta persidangan berikutnya karena persidangan kan masih berjalan. Ada pengujian berlapis yang juga harus dilakukan," katanya.
Nama Imam Nahrawi muncul dalam persidangan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy. Dalam sidang, jaksa
KPK mengonfirmasi keterangan Sekretaris Bidang Perencanaan dan Anggaran KONI, Suradi yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Menurut Jaksa
KPK Titto Jaelani, dalam BAP Suradi menyebut bahwa pada Kamis, 13 Desember 2018 Ending Fuad Hamidy mengarahkan pembuatan alternatif pembiayaan kegiatan pada KONI sebesar Rp17,9 miliar.
"Pada waktu itu Fuad Hamidy meminta saya menyusun beberapa alternatif kegiatan agar biaya sebesar-besarnya dikeluarkan KONI Rp 8 miliar dari total Rp17,9 miliar karena Fuad Hamidy punya kebutuhan untuk memberikan uang ke Kemenpora seperti Menpora, Ulum, Mulyana dan beberapa pejabat lain`, apakah benar?" tanya Jaksa Titto.
"Betul, waktu Pak Sekjen mengatakan `uangnya tidak cukup, tolong dibuat Rp 5 miliar karena ternyata kebutuhannya seperti ini ada Rp 3 miliar sekian seperti di daftar`, lalu ditambah Rp 5,5 miliar jadi sekitar Rp 8 miliar," jawab Suradi.
Mendengar jawaban Suradi, Jaksa
KPK menunjukan bukti berupa catatan daftar pembagian uang yang dibuat Suradi. Dalam catatan itu, terdapat 23 inisial nama yang lengkap dengan nilai uang yang akan diberikan. Kepada Suradi Jaksa
KPK mengonfirmasi siapa saja mereka yang disebut dalam inisial tersebut.
"Barang bukti, inisial M apa maksudnya?" tanya Jaksa
KPK lagi.
"Mungkin untuk menteri. Saya tidak tanya Pak Sekjen, asumsi saya Pak Menteri," jawab Suradi.
Selain inisial M, terdapat pula inisial UL. Menurut Suradi itu adalah inisial staf Menpora Miftahul Ulum. Menurut Suradi, Ulum mendapat jatah Rp 500 juta, sedangkan M yang ia tafsirkan sebagai Menpora dalam daftar tersebut mendapatkan sebesar Rp 1,5 miliar.
"Jadi Rp 2 miliar penjumlahan dari Rp 1,5 miliar dan Rp 500 juta," ucap Suradi.
Dalam BAP itu, Suradi menyebut bahwa pada Kamis, 13 Desember 2018, Fuad Hamidy mengarahkan pembuatan alternatif pembiayaan kegiatan pada KONI sebesar Rp17,9 miliar. Saat itu, Fuad Hamidy meminta Suradi menyusun beberapa alternatif kegiatan agar biaya sebesar-besarnya dikeluarkan KONI Rp8 miliar dari total Rp17,9 miliar.
Alasannya, Fuad Hamidy punya kebutuhan untuk memberikan uang kepada sejumlah pihak Kemenpora seperti Imam Nahrawi, Asisten Pribadi Menpora Miftahul Ulum, Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dan beberapa pejabat lain. Imam tercatat mendapat bagian sebanyak Rp1,5 miliar.
Sebelumya, penyidik
KPK juga telah menyita sejumlah barang bukti dari ruang kerja Imam Nahrawi di Kemenpora. Barang bukti yang disita
KPK diduga berkaitan dengan pengajuan anggaran dana hibah Kemenpora untuk KONI.
Dalam perkara ini Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy beserta Bendahara Umum KONI Johny E Awuy didakwa menyuap pejabat Kemenpora. Suap itu untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI Pusat kepada Kemenpora pada tahun kegiatan 2018.
Johny dan Fuad diyakini memberikan hadiah berupa satu unit Mobil Fortuner VRZ TRD warna hitam metalik dengan nomor polisi B 1749 ZJB kepada Mulyana. Selain itu, Mulyana turut menerima uang sejumlah Rp300 juta.
Kemudian, satu buah kartu ATM Debit BNI nomor 5371 7606 3014 6404 dengan saldo senilai Rp100 juta dan satu buah handphone merk Samsung Galaxy Note 9. Fuad turut berperan memberikan hadiah kepada Adhi Purnomo dan Staf Deputi IV Olahraga Prestasi Kemenpora Eko Triyanta berupa uang Rp215 juta.
Johny dan Fuad disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
KEYWORD :
Menpora Imam Nahrawi Dana Hibah Koni KPK