Dirut PLN, Sofyan Basir
Jakarta - Dirut PLN nonaktif Sofyan Basir menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka kasus suap PLTU Riau-1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkuat peran Dirut PLN Sofyan Basir dalam kasus tersebut.
Sepanjang pemeriksaan, penyidik mencecar Sofyan Basir terkait pertemuan-pertemuan dengan sejumlah pihak. Diduga, pertemuan itu untuk memuluskan perusahaan Blackgold Natural Resources Limited milik Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai konsorsium penggarap proyek PLTU Riau-I.
"Pemeriksaan tersangka hari ini di dimintai keterangan mengenai pertemuan-pertemuan yang dihadiri tersangka maupun saksi-saksi yang lain," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Jakarta, Senin (6/5).
Selain soal pertemuan, penyidik juga mengorek peran Sofyan melalui sejumlah saksi yang diperiksa hari ini. Mantan Dirut Bank BRI itu diduga ikut andil saat proses pembahasan hingga terjadinya praktik rasuah dalam pengadaan proyek bernilai USD900 juta tersebut.
"Dan juga terkait dengan peran yang bersangkutan mengenai pengadaan PLTU Riau-I," kata Yuyuk.
Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PT PLN (Persero) surat, pada Oktober 2015. Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Sayangnya, surat tak ditanggapi. Johannes akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I.
Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, Sofyan, dan Johannes. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.
Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-I. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.
Padahal, saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
KEYWORD :Suap PLTU Riau Dirut PLN Sofyan Basir