Sabtu, 23/11/2024 11:29 WIB

The Jokowi Center: Opini Kecurangan Pemilu Sebabkan Petugas KPPS Tertekan hingga Meninggal

The Jokowi Center Teuku Neta Firdaus

Jakarta, Jurnas.com - Relawan The Jokowi Center menilai intimidasi dan penggalangan opini kecurangan pemilu membuat petugas KPPS tertekan, stress, hingga banyak yang meninggal dunia.

"Mayoritas pejuang demokrasi itu gugur karena kelelahan yang berdampak kambuh sakit berat, kecelakaan lalulintas, hamil muda, lanjut usia, bunuh diri, dan sebagainya," kata Direktur Eksekutif The Jokowi Center Teuku Neta Firdaus di Jakarta, Hari Minggu (12/5/2019).

Ia menegaskan, isu kecurangan pemilu yang terus disuarakan kubu 02 membuat petugas KPPS stres. Apalagi isu kecurangan itu mengarah pada upaya deligitimasi penyelenggara pemilu. Opini itu sudah disuarakan sebelum digelar pesta Demokrasi 17 April.

"Secara psikis petugas jadi kelelahan dan menanggung beban berat gara-gara opini kecurangan yang terus dibangun," jelas Neta.

Karena itu, ia meminta kepada masyarakat untuk bijak mengeluarkan pernyataan perihal wafatnya penyelenggara pemilu, agar ahli waris keluarga dan yang masih dirawat tidak bertambah sedih karena kerja serius mereka dilecehkan.

Neta mengetuk hati semua pihak, agar berhenti mempolitisir saudara-saudara petugas KPPS yang meninggal dunia.

Berdasarkan riset The Jokowi Center, kata Neta, penyebab petugas KPPS menjadi syuhada diantaranya karena kecelakaan tunggal lalu lintas. Salah satunya Ketua KPPS 16 Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Neneng Jamilah di Jalan Raya Cemplang, Desa Cemplang, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.

Demikian juga, ada petugas KPPS gantung diri seperti di Parbubu I, Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumut yang dilakukan oleh Luhut Ferry (43) pada 11 Mei 2019. Ia juga mengatakan ada pejuang demokrasi yang gugur karena faktor usia.

"Dari ratusan petugas KPPS yang meninggal dunia, penyebab berbeda-beda. Kita berharap ketika proses rekapitulasi suara sudah di provinsi, tidak ada lagi petugas KPPS di kecamatan dan kabupaten yang wafat karena di tingkat tersebut sangat ribet dan melelahkan," harap Teuku Neta.

Mengutip pernyataan Mentri Kesehatan Nila F Moeloek, berdasarkan audit medis dan otopsi verbal terhadap 18 petugas KPPS di Jakarta. Hasilnya, 8 orang meninggal dunia karena sakit jantung mendadak, gagal jantung, liver, stroke, gagal pernapasan, infeksi otak meningitis. Kemudian rata-rata 18 KPPS meninggal berumur di atas 50 tahun yakni 2 KPPS berusia 70 tahun, 5 KPPS berusia 60-69 tahun dan 8 berusia 50-59 (tahun).

"Beban petugas KPPS yang tidak seimbang antara kerja dan istirahat memicu kelelahan yang berlebihan. Mereka bekerja dari jam 6 pagi ke jam 6 pagi melampaui jam biologis yang seharusnya. Tragedi ini tidak boleh terulang lagi pada masa Pemilu 2024 dengan mengubah payung hukum UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menggabungkan 3 UU yaitu UU tentang Penyelenggara Pemilu, UU Pileg, dan UU Pilpres termasuk membatasi usia petugas KPPS," beber Neta.

Pada Pemilu 2014, ada 157 petugas KPPS wafat. Sedangkan pada Pemilu serentak 2019 hingga 11 Mei, sebanyak 469 petugas KPPS gugur dan 4.602 sakit.

KEYWORD :

Neta The Jokowi Center KPPS Meninggal




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :