Sabtu, 23/11/2024 19:02 WIB

Perang Dagang Kembali Dibuka, Sejumlah Saham Terperosok

China menaikkan bea masuk barang-barang Amerika Serikat (AS) UDS60 miliar.

Bendera kebangsaan Amerika Serikat bersanding dengan bendera kebangsaan China (Foto: Johannes Eisele/AFP)

Beijing, Jurnas.com - Perang Dagang kembali dibuka setelah China menaikkan bea masuk barang-barang Amerika Serikat (AS) UDS60 miliar. Pengumuman Itu tidak lama setelah Paman Sam menaikkan tarif produk Beijing pada Jumat pekan lalu.

Kementerian Keuangan China mengatakan, China akan mengenakan tarif pada 5.140 produk AS mulai 1 Juni.

"Penyesuaian China pada tarif tambahan merupakan respons terhadap unilateralisme dan proteksionisme AS," kata Kementerian itu dalam sebuah pernyataan, Senin (13/5).

"China berharap AS akan kembali ke jalur yang benar dari perdagangan bilateral, konsultasi ekonomi dan bertemu dengan China," sambungnya.

Tarif baru itu diumumkan sekitar satu jam setelah Presiden AS Donald Trump berkicau langsung ke Presiden China,Xi Jinping.

"Saya mengatakan secara terbuka kepada Presiden Xi & semua teman saya di Tiongkok bahwa Tiongkok akan sangat tersakiti jika Anda tidak membuat kesepakatan karena perusahaan akan dipaksa meninggalkan Tiongkok berpindah ke negara lain. Terlalu mahal untuk dibeli di Tiongkok. Anda memiliki banyak, hampir selesai, & Anda mundur!," tulis Trump.

Namun, Juru Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang pada konferensi singkat tak lama setelah cuitan itu mengatakan, "China tidak akan pernah menyerah pada tekanan eksternal."

Setelah pengumuman tarif itu, sejumlah saham terpeleset, seperti Dow Jones Industrial dan S&P 500 turun lebih dari dua persen. Nasdaq yang padat teknologi turun lebih dari tiga persen.

Perusahaan-perusahaan yang berfokus pada teknologi, industri, dan konsumen menanggung beban kerugian, termasuk Apple yang turun 5,3 persen.

Perusahaan AS lainnya dengan operasi besar China mengalami penurunan besar: Caterpillar turun 4,3 persen, Deere & Company turun 5,2 persen, General Motors turun 3,2 persen, dan Starbucks turun 2,2 persen.

"Dengan hasil perdagangan akhir yang secara inheren tidak pasti dan sulit untuk dibuat model atau diprediksi, investor menjual pertama dan mengajukan pertanyaan kemudian," kata direktur pelaksana penelitian pasar global di FTSE Russell di New York, Alec Young.

KEYWORD :

Perang Dagang China Amerika Serikat




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :