Marlen Sitompul | Rabu, 15/05/2019 10:51 WIB
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pengacara Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso, Sahala Panjaitan yang diduga mencoba melakukan rekayasa atau pembiasan informasi dalam proses penyidikan.
Juru Bicara
KPK, Febri Diansyah menegaskan, bagi semua pihak termasuk pengacara yang mencoba untuk melakukan pembiasan informasi akan ada konsekuensi hukum.
"Ada resiko-resiko hukum kalau ada pihak-pihak lain yang mencoba melakukan rekayasa situasi atau rekayasa fakta atau pembiasan-pembiasan informasi dalam proses penyidikan ini," kata Febri, di Gedung
KPK, Jakarta, Selasa (14/5).
Hal itu menanggapi pernyataan Sahala Panjaitan yang mengaku sebagai kuasa hukum Bowo yang baru menggantikan Saut Edward Rajagukguk. Sahala mengaku mendapatkan kuasa sebagai pengacara Bowo pada 2 Mei 2019 dan Saut Edward Rajagukguk dicabut kuasanya sebagai pengacara Bowo pada 29 April 2019.
Dalam kesempatan itu, Sahala menyatakan jika Bowo ingin mengubah sejumlah keterangan yang sudah disampaikannya ke penyidik. Diantaranya, berkaitan dengan keterangan Bowo soal penerimaan gratifikasi dari menteri Enggartiasto dan Dirut PLN Sofyan Basir.
Kata Febri, tugas pengacara tidak mengatur bagaimana tersangka dan saksi untuk bicara. Sebab, seorang tersangka dan saksi harus memberikan keterangan yang sebenar-benarnya.
"Jadi dimana posisi tersangka, saksi, dan pengacara itu perlu dipahami dan dilaksanakan secara profesional," katanya.
Untuk itu, Febri meminta, agar pengacara Bowo Sidik dan semua pihak dapat bertindak secara profesional dalam menjalankan tugasnya.
"Jadi kami juga berharap semua pihak dapat bertindak secara profesional. Saya belum mengatakan ada pihak lain yang melakukan itu, tapi resiko-resiko hukum itu perlu dipertimbangkan," tegas Febri.
Diketahui, Bowo Sidik menyebut menerima uang Rp 2 Miliar dari Enggartiasto. Penerimaan uang itu dimaksudkan agar Bowo mengamankan Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas, yang akan berlaku akhir Juni 2017.
Enggar diduga meminta Bowo mengamankan Permendag itu karena adanya penolakan dari sebagian besar anggota dewan dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung awal Juni 2017. Bowo saat itu merupakan pimpinan Komisi VI DPR yang salah satunya bermitra dengan Kementerian Perdagangan dan Badan Usaha Milik Negara.
Saat itu, DPR beranggapan gula rafinasi yang masuk pengawasan pemerintah tak seharusnya dilelang secara bebas dalam kendali perusahaan swasta.
Ihwal penerimaan uang itu disampaikan Bowo kepada penyidik. Kepada penyidik, Bowo mengaku pada masa istirahat RDP, Enggar menghampirinya lalu mengatakan bahwa nanti akan ada yang menghubunginya.
Orang kepercayaan Enggar pada pertengahan Juni 2017 kemudian menghubungi Bowo mengajak bertemu di Hotel Mulia, Jakarta Selatan. Bowo saat itu menerima uang Rp 2 miliar dalam pecahan dolar Singapura.
Dalam perkaranya, Bowo diduga menerima total Rp 1,2 miliar dari Manager Marketing PT HTK Asty Winasti untuk membantu perusahaan kapal itu memperoleh kontrak pengangkutan pupuk.
KPK menduga Bowo tak cuma menerima uang dari satu sumber karena lembaga anti-rasuah itu mendapatkan bukti telah terjadi penerimaan lain terkait jabatan BSP, selaku anggota DPR.
Dalam proses penyidikan kasus ini
KPK telah menyita uang Rp 8 miliar dalam bentuk 400 ribu amplop berisi pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu. Uang itu disita penyidik KPk dari kantor PT Inersia Tampak Engineer di Jalan Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
KPK menduga uang dalam amplop itu dipersiapkan Bowo untuk serangan fajar. Dalam Pemilu 2019, Bowo memang kembali mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI.
KEYWORD :
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita Kasus Gula KPK