Katalis Merah Putih (Foto: Humas Kemristekdikti)
Jakarta, Jurnas.com - PT Pertamina Refinery Unit (RU) II Dumai berhasil memproduksi green diesel atau solar nabati D-10 dengan kandungan 87,5 persen solar minyak bumi dan 12,5 persen minyak sawit.
Keberhasilan ini berkat Katalis Merah Putih yang dikembangkan Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis Institut Teknologi Bandung (TRKK ITB), dan diproduksi oleh PT Pupuk Kujang.
“Ternyata kita mampu (produksi green diesel). Kualitasnya juga jauh lebih naik. Pertamina baru mampu hasilkan 12.000 barel per hari. Kalau 10 persennya dari sawit, kita hemat 1.200 barel per hari,” kata Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir di Kilang Pertamina Refinery Unit II Dumai, Riau pada Kamis (16/5).
“Sekarang (komposisi sawitnya) di angka 12,5 persen. Ini harus kita tingkatkan terus supaya menjadi lebih baik di angka 20 persen atau 30 persen,” imbuh dia.
Dalam kesempatan ini Menteri Nasir menyatakan Indonesia dapat menghemat solar dari minyak bumi yang mayoritas diimpor. Minyak bumi tersebut digantikan dengan minyak sawit yang sudah diolah hingga mencapai RBDPO atau Minyak Sawit Tersuling, Cerah, dan Tak Berbau.
“Misal kandungan sawitnya itu 10 persen, dalam satu tahun Indonesia bisa kurangi 10 persen dari total impor (minyak bumi) yang habiskan US$17,6 miliar per tahun, bisa menghemat sepuluh persen atau US$1,6 miliar per tahun atau Rp25 triliun,” terang Nasir.
Saat ini green diesel atau solar nabati yang diproduksi Pertamina sudah memiliki 12,5 persen kandungan minyak sawit, sehingga penghematan impor bahan bakar fosil yang digunakan untuk solar dapat dikurangi. Jumlah impor yang mencapai ratusan triliun rupiah membuat Indonesia harus mencari sumber energi nabati.
“Kalau kita naikan sawitnya menjadi 12,5 persen, kita hemat di angka Rp31,25 triliun. Impor kita mencapai Rp250 triliun per tahun. Ini harus kita hemat. Ini yang harus kita tingkatkan kapasitas sawitnya,” harap Nasir.
Green diesel atau solar nabati yang diproduksi Pertamina dengan Katalis Merah Putih dari ITB ini tidak hanya menghemat anggaran impor bahan bakar dari fosil, tetapi juga memiliki cetane atau tingkat pembakaran diesel yang lebih bersih dengan emisi atau polusi udara yang lebih sedikit.
“Hasilnya juga dari kualitas. Kalau dengan fosil murni, cetane numbernya 51 persen. Kalau dari hasil Katalis Merah Putih ini, cetane-nya 58 persen, jauh lebih baik dan lebih bersih. Nanti pembakarannya lebih sempurna. Ini yang belum pernah ada di Indonesia, bahkan di dunia,” tutur dia.
Sementara General Manager Pertamina Refinery Unit (RU) II Dumai Nandang Kurnaedi mengatakan Pertamina sedang mempertimbangkan untuk memproduksi lebih banyak greed diesel D-10.
"Insya Allah ke depannya untuk swasembada energi, ini akan jadi prospek yg lebih bagus lagi," ujar Nandang.
Katalis Merah Putih yang berhasil dimanfaatkan di Pertamina Refinery Unit II Dumai ini adalah hasil kerja sama ITB dengan Research Technology Center (RTC) Pertamina. Pertamina mendukung Katalis Merah Putih melalui pengujian Katalis Merah Putih dengan reaktor yang dimiliki RTC Pertamina selama lebih dari 10 bulan.
Kemenristekdikti sendiri telah mendukung inovasi dari ITB ini sejak 2017 melalui program Inovasi Perguruan Tinggi di Industri (IPTI), salah satunya dengan diresmikannya Industri Katalis Pendidikan di Laboratorium TRKK ITB pada 11 Oktober 2018 lalu.
KEYWORD :Katalis Merah Putih Pertamina Mohamad Nasir