Jum'at, 22/11/2024 23:49 WIB

Ditjen Bea Cukai Diduga Terlibat Kasus Proyek Kapal Patroli

Komisi Pemberantaaan Korupsi (KPK) menduga Ditjen Bea Cukai mengetahui dan terlibat terkait kasus pengadaan 16 kapal Patroli Cepat/Fast Boat Patrol.

Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantaaan Korupsi (KPK) menduga Ditjen Bea Cukai mengetahui dan terlibat terkait kasus pengadaan 16 kapal Patroli Cepat/Fast Boat Patrol.

Sebab, kasus tindak kejahatan korupsi itu terjadi sejak proses pelelangan hingga proses akhir atau pembayaran. Dugaan rasuah itu bermula ketika Sekretaris Jenderal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengajukan Permohonan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan untuk pengadaan 16 kapal Patroli Cepat/Fast Boat Patrol, yaitu: FPB 28m, 38m dan 60m, pada bulan November 2012.

Untuk pengadaan Kapal Patroli Cepat untuk tahun Jamak 2013-2015, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 1,12 triliun.

"Dalam proses lelang, IPR, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diduga memutuskan menggunakan metode pelelangan terbatas untuk Kapal Patroli Cepat 28 meter dan 60 meter, dan pelelangan umum untuk kapal patrol cepat 38 meter," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, saat jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/5).

Kata Saut, Istadi Prahastanto selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada saat proses pelelangan terbatas diduga telah menentukan perusahaan yang dipanggil.

"Saat pelelangan Pengadaan Jasa Konsultasi Pengawas untuk Kapal Patroli Cepat 38 meter, IPR diduga mengarahkan panitia lelang untuk tidak memilih perusahaan tertentu," ujar Saut.

Setelah pengumuman lelang, kata Saut, Istadi menandatangai kontrak untuk konsultan perencana, konsultan pengawas dan pembangunan kapal patroli cepat. Kontrak itu menelan biaya Rp 1,12 Triliun.

"Dalam proses pelaksanaan pengadaan, diduga telah terjadi sejumlah perbuatan melawan hukum pada proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan," ungkap Saut.

Ironinya, setelah dilakukan uji coba kecepatan, 16 kapal patroli cepat tersebut tidak dapat mencapai kecepatan sesuai ketentuan. Bahkan, 16 kapal tersebut tidak memenuhi sertifikasi dual class seperti yang dipersyaratkan di kontrak.

"Meskipun saat Uji coba kecepatan, 16 kapal tersebut tidak memenuhi syarat, namun pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti dengan pembayaran," ucap Saut.

Lebih lanjut dijelaskan Saut, 9 dari 16 proyek kapal patroli cepat ini dikerjakan oleh PT Daya Radar Utama.Sembilan kapal itu yakni, 5 unit FPB ukuran 28 meter (Kapal BC 20009 sampai dengan BC 20013) dan 4 unit FPB ukuran 38 meter (Kapal BC 30004 sampai dengan BC 30007).

"Selama proses pengadaan diduga IPR sebagai PPK, dan kawan-kawan diduga menerima 7.000 Euro sebagai Sole Agent Mesin yang dipakai oleh 16 kapal patroli cepat," ujar Saut.

Dalam kasus ini KPK menetapkan Direktur Utama PT Daya Radar Utama, Amir Gunawan, Pejabat Pembuat Komitmen pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Istadi Prahastanto, dan Ketua Panita Lelang, Heru Sumarwanto.

Atas perbuatannya, Amir, Istadi, dan Heru disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak Pldana Korup51, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

"Diduga kerugian keuangan negara yang dltnmbulkan dari pengadaan 16 kapal patrol cepat ini sekitar Rp 117, 7 miliar," tandas Saut.

KEYWORD :

Kasus Korupsi Bea Cukai Pengadaan Kapal KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :