Marlen Sitompul | Rabu, 29/05/2019 11:12 WIB
Bos Gajah Tunggal, Sjamsul Nursalim
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan merampas aset bos Gajah Tunggal Sjamsul Nursalim yang diduga terkait kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas BLBI.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, Unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi) KPK telah mendeteksi sejumlah aset milik
Sjamsul Nursalim yang ada di Indonesia.
Menurutnya, pelacakan aset Nursalim di tanah air itu dalam rangka pengembalian kerugian negara yang diakibatkan dari penerbitan SKL BLBI terhadap Bank Dagang Negara Indonesia milik
Sjamsul Nursalim.
"Itu kan Labuksi, saya rasa itu (pelacakan aset) sudah berjalan," kata Alexander, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (28/5).
Sayangnya, Alexander belum mau mengungkap secara detail mengenai aset apa saja milik
Sjamsul Nursalim yang diduga terkait dan diperoleh dari Skandal SKL BLBI.
"Ya itu sedang dilakukan pelacakan oleh Labuksi. Itu kan di KPK untuk pelacakan aset dalam rangka pengembalian negara," ujar Alexander.
KPK tak ambil pusing dengan status Nursalim yang kini telah menetap di Singapura. Itu juga tak menjadi kendala terkait mekanisme peradilannya. Sebab, pengadilan in absentia dapat ditempuh jika Sjamsul terus menerus mangkir dari panggilan pemeriksaan atau jika kelak perkaranya disidangkan.
"Kalau yang bersangkutan dipanggil tidak hadir entah karena kesehatan, karena usia dan itu kan dimungkinkan dalam hukum acara pidana disidangkan dengan cara in absentia," terangnya.
Pengadilan in absentia merupakan upaya mengadili seseorang dan menghukumnya tanpa dihadiri terdakwa. Terkait mekanisme peradilan tersebut, KPK telah meminta pendapat sejumlah ahli.
Sebelum disidang melalui mekanisme in absentia, lembaga antikorupsi akan mengumumkan undangan untuk Sjamsul menghadiri persidangan melalui media massa.
"Kita sudah mengundang beberapa ahli untuk memberikan pendapat," kata Alexander.
Diketahui, suami Itjih Nursalim itu diketahui saat ini tinggal di Singapura. Meski demikian, sebagian aset dan bisnisnya masih berjalan di Indonesia. Salah satunya, PT
Gajah Tunggal Tbk.
Ruang lingkup kegiatan perusahaan yang melantai di bursa dengan kode emiten GJTL ini meliputi bidang pengembangan, pembuatan dan penjualan barang-barang dari karet, termasuk ban dalam dan luar segala jenis kendaraan, flap dan rim tape serta juga produsen kain ban dan karet sintesis. GJTL memproduksi dan memasarkan ban dengan merek Zeneos dan GT Radial.
Gajah Tunggal memiliki sejumlah anak usaha di antaranya PT Softex Indonesia (pembalut wanita), PT Filamendo Sakti (produsen benang), dan PT Dipasena Citra Darmadja (tambak udang, sewa gudang).
Selain itu,
Sjamsul Nursalim juga menguasai saham Polychem Indonesia yang sebelumnya bernama GT Petrochem.
Sjamsul Nursalim juga memiliki sejumlah usaha ritel yang menaungi sejumlah merek ternama seperti Sogo, Zara, Sport Station, Starbucks, hingga Burger King.
Adapun penetapan tersangka
Sjamsul Nursalim merupakan hasil gelar perkara atas pengembangan perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung. Perkara Syafruddin diketahui telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Dalam putusan, Majelis Hakim menyatakan Syafruddin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul selaku pemegang saham pengendali BDNI. Syafruddin telah melakukan penghapusbukuan secara sepihak terhadap utang pemilik saham BDNI tahun 2004.
Majelis Hakim menyatakan Syafruddin telah menandatangani surat pemenuhan kewajiban membayar utang terhadap obligor BDNI,
Sjamsul Nursalim. Padahal, Sjamsul belum membayar kekurangan aset para petambak.
Syafruddin juga terbukti telah menerbitkan SKL BLBI kepada
Sjamsul Nursalim yang menyebabkan negara kehilangan hak untuk menagih utang Sjamsul sebesar Rp 4,58 triliun.
Alexander tak menampik mekanisme persidangan in absentia dilakukan untuk menyita dan merampas aset Sjamsul yang diperoleh dari korupsi SKL BLBI. Terlebih perbuatan Syafruddin menerbitkan SKL BLBI terhadap BDNI menguntungkan
Sjamsul Nursalim dan merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun.
"Ya betul. Iya aset yang di Indonesia. Kemarinkan putusan SAT (Syafruddin) kan merugikan 4 triliuanan," tandas Alexander.
KEYWORD :
Kasus BLBI Gajah Tunggal Sjamsul Nursalim