Penerimaan peserta didik baru (PPDB)
Jakarta, Jurnas.com – Pengamat pendidikan dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terlalu memaksakan kebijakan zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Akibatnya, yang terjadi ialah kegaduhan di level masyarakat.
“Ya (dipaksakan). Harus dievaluasi total. Daerah belum siap untuk penerapan sistem ini, tapi dipaksakan. Jadinya ya gaduh,” kata Ubaid kepada Jurnas.com pada Sabtu (22/6).
Menurut Ubaid, kebijakan zonasi belum tepat dilakukan saat ini, mengingat tingginya kesenjangan kualitas sekolah di seluruh Indonesia.
Dan bagaimanapun, orang tua tetap menginginkan anaknya masuk di sekolah yang dianggap bagus kualitasnya, meskipun jaraknya jauh dari rumah.
“Kalau kualitas sekolah merata, zonasi bisa terlaksana dengan baik. Tapi sekarang kan belum merata kualitasnya, ya kisruh jadinya,” ujar dia.
Ubaid juga menyinggung soal revisi terbaru Mendikbud, dengan menambah kuota jalur prestasi hingga 15 persen. Menurut dia, alih-alih menyelesaikan persoalan, revisi tersebut malah akan menambah kericuhan pada PPDB yang sudah berjalan.
“Pergub-pergub sudah diterbitkan, apa juga harus revisi pergub? Sudah sangat terlambat dan tidak membawa perubahan apa-apa di daerah,” kata Ubaid.
“Ini sudah sesi akhir pendaftaran, jadi (revisi) tidak akan menyelesaikan kegaduhan,” imbuh dia.
Seperti diketahui, praktik PPDB zonasi menuai pro dan kontra di berbagai daerah. Di Tangerang, Banten, sejumlah orang tua murid kecewa karena nilai anaknya yang cukup tinggi, tidak menjadi acuan dalam PPDB.
Hal senada juga terjadi di Jember, Jawa Timur. Sejumlah orang tua mengeluh anaknya tidak bisa masuk ke sekolah favorit, sebab terkendala jarak, kendati hasil ujian nasionalnya bagus.
KEYWORD :Zonasi Pengamat Pendidikan PPDB