Sabtu, 23/11/2024 12:01 WIB

Pemimpin ASEAN Deklarasikan Perang Melawan Sampah Plastik di Laut

Deklarasi ini mendapat dukungan dari pencinta lingkungan sebagai langkah pertama yang baik.

Para pemimpin Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) bergandengan tangan dalam pembukaan pembukaan KTT ASEAN ke-34 di Bangkok pada 23 Juni 2019. (Foto: AFP)

Bangkok, Jurnas.com - Negara Asia Tenggara berjanji memerangi pencemaran plastik di laut. Deklarasi itu disampaikan dalam pernyataan bersama di Bangkok, Sabtu ( 22/6) waktu setempat.

Deklarasi Bangkok Memerangi Puing-puing Laut di Kawasan ASEAN diadopsi para pemimpin 10 negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).

Anggota ASEAN, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Thailand, bersama dengan China yang membuang sampah plastik terbanyak ke lautan, menurut laporan 2015 yang ditulis juru kampanye lingkungan Ocean Conservancy.

"Semua negara menghargai dan menekankan perlindungan lingkungan serta mendukung Thailand termasuk memasukkan agenda perlindungan lingkungan dan memerangi puing-puing sampah dari laut, yang sesuai dengan agenda global," kata wakil juru bicara pemerintah Werachon Sukondhapatipak kepada wartawan.

Pemimpin ASEAN berjanji memperkuat tindakan di tingkat nasional serta melalui tindakan kolaboratif untuk mencegah dan secara signifikan mengurangi puing-puing sampah di laut.

Mereka juga memperkuat undang-undang dan peraturan nasional serta meningkatkan kerja sama regional dan internasional termasuk dialog kebijakan dan pertukaran informasi yang relevan.

Baik deklarasi maupun Kerangka Aksi yang menyertainya secara khusus tidak menyebutkan larangan penggunaan plastik sekali pakai atau impor limbah asing, seperti yang diminta kelompok-kelompok lingkungan sebelum KTT.

Deklarasi itu datang menjelang KTT G20 minggu depan di Jepang, yang mengumpulkan 20 negara besar dan juga bertujuan mengatasi polusi plastik laut.

Pakta Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) yang berasal dari China diperkirakan akan selesai tahun ini, kata Werachon.

Negosiasi dimulai pada 2012 tentang RCEP, guna menciptakan zona perdagangan bebas yang mencakup 45 persen populasi dunia dan lebih dari sepertiga PDBnya, tetapi tidak melibatkan AS.

"Setiap negara menekankan pentingnya negosiasi RCEP. Semua pemimpin sepakat bahwa itu harus diselesaikan tahun ini," katanya.

"Mekanisme ini akan memperkuat ASEAN secara ekonomi dan dapat dihubungkan dengan kerangka kerja sama ekonomi regional lainnya," sambungnya.

Pertama kali diusulkan China, RCEP saat ini memiliki 16 penandatangan: ASEAN dan enam negara Asia-Pasifik, termasuk ekonomi utama India, Jepang, dan Korea Selatan.

ASEAN memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan enam negara.

"Kita harus beralih untuk saling membantu lebih banyak. Perdagangan internal di dalam ASEAN harus meningkat nilainya," kata Werachon.

Dibentuk lebih dari 50 tahun yang lalu, ASEAN secara historis telah berjuang dengan tantangan yang dihadapi kawasan ini karena ASEAN hanya bekerja berdasarkan konsensus dan enggan terlibat dalam masalah apa pun yang dianggap internal negara anggota.

Werachon menembahkan, para pemimpin puncak di Bangkok tidak membahas sengketa Laut China Selatan, tetapi topik tersebut kemungkinan akan muncul pada Minggu (23/6).

Namun, masalah ini telah dibahas para menteri luar negeri pada Sabtu sebelumnya. Juru bicara kementerian luar negeri Thailand mengatakan negara-negara itu membuat kemajuan dalam draft negosiasi Kode Etik untuk Laut Cina Selatan yang disengketakan dan kemungkinan akan menyelesaikan pembacaan pertama pada akhir tahun ini.

Klaim di Laut Cina Selatan - salah satu jalur air tersibuk di dunia - ditegaskan oleh anggota ASEAN Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Indonesia serta Cina dan Taiwan menjadikannya titik api potensial. (PressTV)

KEYWORD :

Sampah Plastik KTT ASEAN Bangkok




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :