Ilustrasi poligami
Jakarta, Jurnas.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menilai Rancangan Peraturan Daerah di Aceh tentang Poligami, seharusnya juga mempertimbangkan perempuan dan anak.
Pasalnya, praktik poligami merugikan perempuan dan anak. Dengan demikian, diperlukan aturan terkait pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak berbasis keluarga sesuai dengan hukum syariat di Aceh.
“Praktik poligami yang terjadi saat ini sangat merugikan perempuan dan anak. Adanya Perda yang mengatur ketentuan poligami dalam Hukum Keluarga tersebut secara otomatis menjadikan perempuan dan anak sebagai korban,” kata Menteri PPPA Yohana Yembise pada Rabu (10/7) di Jakarta.
“Hal tersebut justru (juga) membuka peluang terjadinya poligami, dan akan semakin banyak kaum perempuan dan anak yang mengalami kekerasan. Ingat, kekerasan bukan hanya berbentuk fisik, tapi juga bagaimana permasalahan psikologis,” lanjut dia.
Menurut Yohana, Raperda Poligami seyogyanya memperhatikan perasaan seorang perempuan dan efek psikologis anak, ketika suami atau bapaknya melakukan praktik poligami.
Bukan hanya itu, banyak kepentingan perempuan dan anak yang tidak terpenuhi dan harus dipertimbangkan akibat praktik tersebut.
Diketahui, Raperda tersebut muncul di kalangan masyarakat Aceh untuk mengatur, membina, dan melaksanakan hubungan keluarga yang mempunyai karakteristik tersendiri serta mendasarkan kepada hukum syariat Agama Islam, di mana poligami tidak dilarang.
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan Pemerintah Aceh memang memiliki pandangan bahwa poligami ini sudah ada dan terjadi di masyarakat Aceh, sehingga perlu diatur secara jelas dan tegas dengan tujuan memperketat dan mempersulit syarat- syarat agar tidak sembarangan dipenuhi.
Kendati demikian, Menteri Yohana menampik bahwa bagaimanapun aturan atau persyaratannya, praktik poligami tetap saja tidak berpihak pada kepentingan terbaik bagi perempuan dan anak. Menurut Menteri Yohana, sebuah rumah tangga yang baik tumbuh dari perkawinan seorang laki-laki dan seorang perempuan.
“Perkawinan pada dasarnya merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia, dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karenanya, dalam Perda Aceh terkait Hukum Keluarga tersebut juga diperlukan aturan yang mengatur pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak berbasis keluarga sesuai dengan hukum syariat di Aceh,” tandas Menteri Yohana.
KEYWORD :KPPPA Raperda Poligami Aceh Yohana Yembise