Diskusi di kantor PA GMNI
Jakarta, Jurnas.com - Tiga unsur bangsa yaitu kaum Nasionalis, Islam, dan TNI disebut sebagai benteng penjaga bagi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dari berbagai rongrongan yang ada.
Ketua Umum Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Ahmad Basarah mengatakan, Kaum Nasionalis, Islam, dan TNI punya peran strategis dalam memerdekakan serta menyusun konstitusi sebagai dasar negara.
"Maka tiga unsur tersebut pulalah yang menjadi garda terdepan bangsa melawan pihak-pihak yang ingin mengganti konsep kebangsaan yang sudah baku saat ini," ujar Basarah dalam dialog Peradaban Bangsa Nasionalis, Islam dan TNI bertajuk Siapa Yang Melahirkan Republik Harus Harus Berani Mengawalnya di Kantor GMNI, Jakarta Pusat, Senin (22/7).
Diskusi ini menghadirkan pembicara yang sangat kompeten, yakni Jenderal TNI (purn) Moeldoko, Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu`ti, Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini, dan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Basarah menegaskan, akhir-akhir ini ada pihak yang berusaha mengganti fundamental bernegara Indonesia. Bahkan, jelasnya, Pemilu 2019 dijadikan sarana mengkapitalisasi hal-hal yang mempersoalkan sejarah Indonesia yang sudah final. Bahkan muncul pertentangan relasi antara agama dan negara.
Wakil Ketua MPR RI ini melihat ada pihak yang ingin mengubah konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam bentuk negara lain.
Terkait pertahanan negara, Moeldoko menekankan bahwa TNI memiliki doktrin untuk mempertahankan keutuhan NKRI. Namun, dia menyadari selama ini kaum nasionalis dan agama tetap menjadi faktor penentu yang membuat negara bertahan dengan ideologi dan kebinekaannya.
"Tidak perlu diragukan kalau bicara Islam, jelas perjuangan bagian dari iman. Kalau kami lihat kelompok nasionalis, kalau tidak ada nasionalis, ambruk negara ini. Posisi nasionalis ini bisa bertahan dari tarikan kanan dan kiri. Kalau kolaborasi dengan TNI, siapa pun yang mengganggu, kami gulung saja," kata Moeldoko.
Moeldoko juga mengisahkan bagaimana Indonesia secara politik dan sosial bisa bertransformasi dari pemerintahan totaliter menuju demokrasi. Menurut dia, banyak negara tidak mampu meniru Indonesia sehingga negara seperti Libia, Mesir dan Suriah, jatuh. Ada juga yang transformasi itu gagal seperti Myanmar karena kekuatan militernya begitu kuat sehingga melahirkan konflik sampai hari ini.
"Indonesia berhasil menjaga alam demokrasi. Karena itu kalau ada yang tanya demokrasi kita gagal, di mananya gagal?" tanya Moeldoko.
Kepala Staf Kepresidenan ini juga kerap bertukar pikiran dengan Panglima Myanmar bagaimana Indonesia bisa menggeser kekuatan dwifungsi secara baik. Moeldoko sendiri mengaku tidak mudah untuk menjaga dua kutub antara nasionalis dan agama untuk mempertahankan stabilitas negara.
"Antara demokrasi dan anarkis ini sebenarnya beda-beda tipis. Tapi di sisi lain, demokrasi tak boleh terganggu harus dikawal sebaik-baiknya," jelas Moeldoko.
Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu`ti menyatakan bahwa Indonesia adalah rumah untuk rakyatnya. Karena itu, rakyat harus meyakini Pancasila, Bineka Tunggal Ika dan UUD 1945 sebagai dasar bernegara.
"Muhammadiyah bertanggung jawab sejak awal bahwa Pancasila milik kita bersama yang dalam rumusan Muktamar Muhammadiyah disebut Darul Ahdi Wassahadah. Konsensus segala bangsa harus hadir di dalamnya memberi makna kehadiran kita kemudian memberi kontribusi negara yang sesuai cita-cita bangsa sesuai alinea keempat pembukaan UUD 1945," kata Abdul.
Sementara itu Sekjen PBNU Faishal menambahkan, pihaknya dalam mengawal NKRI selalu mengedepankan pendidikan sejak dini. Pendidikan dari pondok pesantren diyakini menjadi sumber penopang bagi masyarakat nusantara dalam memahami ideologi bangsa.
Meski begitu, Faishal mengingatkan masih ada pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menghilangkan ketimpangan ekonomi. Menurut dia, masalah ini harus dicarikan solusinya oleh pemerintahan yang mendatang agar negara dalam tatanan yang damai.
"Bagi NU, politik itu untuk membangun negara yang adil dan sejahtera, ujungnya melahirkan kemaslahatan. Bahwa kebijakan seorang pemimpin itu harus terkait langsung dengan kemaslahatan. Siapa pun jadi pemimpin sepanjang lahirnya kemaslahatan di masyarakat, kami pasti dukung," kata Faishal.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menambahkan, baik TNI, Muhammadiyah dan NU, pasti menjaga Indonesia dari ancaman yang mengganggu Pancasila dan UUD 1945. Namun, dalam jangka pendek ini, pemerintah juga harus menyusun kabinet agar program-program negara sesuai dengan amanat konstitusi.
"Ketika saat ini bicara nama-nama menteri bahwa menjadi menteri bukan ambisi orang per orang. Dia harus menguasai sejarah, kemampuan kepemimpinan, mata hatinya untuk rakyat jelata," kata Hasto.
Hasto memaparkan desain koalisi Jokowi - Ma`ruf berdasarkan empat bagian. Dia mendorong pemerintah untuk berpijak pada empat bagian ini agar pembentukan kabinet membawa semangat sejarah dan gotong royong.
"Penataan sistem presidensial, konsolidasi ideologi, berpijak pada sejarah dan kesepakatan terhadap agenda strategis," jelas Hasto.
PA GMNI tiga unsur bangsa Nasionalis Islam dan TNI