Tak akan ada perbincangan tentang pangan tanpa diiringi pengetahuan tentang budaya yang melingkupinya (Foto: Ecka Pramita)
Jakarta, Jurnas.com - Dalam gerakan irama yang senada, gerakan literasi pangan dilaksanakan dengan tujuan untuk merawat keberagaman budaya Indonesia.
Penulis buku Nusantara dalam Piringku Ari Ambarwati mengatakan pangan pokok Indonesia yang beragam dapat dinarasikan ulang untuk menunjukkan bagaimana leluhur kita menjalankan laku dan praktik memuliakan pangan pokok melalui tradisi, adat, ritus, pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa yang beragam dan tak pernah tunggal maupun seragam.
"Pemerintah hendaknya mendorong partisipasi aktif masyarakat untuk menarasikan ulang ragam kekayaan pangan pokok Indonesia, serta menjamin keberagaman pangan melalui kebijakan yang memberi insentif pada pemajuan pangan pokok nonberas," ucap Ari yang juga Dosen Universitas Islam Malang, di Jakarta, Sabtu (27/7).
Sementara itu, Khudori, Anggota Dewan Ketahanan Pangan mengatakan saat pangan lokal dibelit aneka masalah, pangan introduksi berbasis terigu justru semakin perkasa.
Dalam sepuluh tahun terakhir, konsumsi bahan pangan dari gandum impor yang diolah jadi tepung terigu itu meningkat pesat.
"Penduduk tidak makan nasi dari beras, mereka dicap miskin dan pasti hidupnya sengsara. Pangan lain, umbi-umbian misalnya, dipandang berkelas rendah (inferior), makanya jika dimakan akan menurunkan status. Sampai sekarang, persepsi semacam itu masih kuat tertanam," ucapnya dalam acara Bedah Buku yang digelar Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sudah saatnya kekeliruan selama ini berupa pengabaian keragaman hayati dan pengetahuan lokal, modal utama ketahanan dan kedaulatan pangan, untuk segera dikoreksi.
Penyeragaman “paket teknologi” dan pilihan komoditas monokultur serta orientasi beras minded harus segera diakhiri, lalu digantikan dengan teknologi (pengetahuan lokal dan komoditas lokal) setempat yang beragam.
Tradisi pertanian dan makan yang satu pikiran dan satu warna (monokultur) harus dikembalikan menjadi tradisi pertanian dan makan yang ber-bhinneka (warna-warni).
KEYWORD :
Pangan Lokal Literasi Pangan