Sabtu, 23/11/2024 14:10 WIB

Menyoal "Jalan Pintas" Menristekdikti Lewat Rektor Asing

Menggenjot ranking perguruan tinggi negeri (PTN) Tanah Air di tingkat dunia tidak bisa serta-merta dilakukan lewat `jalan pintas`

Hikmahanto Juwana

Jakarta, Jurnas.com – Wacana Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir merekrut rektor asing menimbulkan kegaduhan. Akademisi hingga Komisi X DPR RI menolak wacana yang sempat muncul pada 2016 tersebut.

Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Prof. Hikmahanto Juwana salah satunya. Dia menyebut terdapat tiga poin yang harus menjadi pertimbangan, sebelum pemerintah merealisasikan wacana mengundang rektor asing.

Pertama, soal ranking. Hikmahanto mengatakan, menggenjot ranking perguruan tinggi negeri (PTN) Tanah Air di tingkat dunia tidak bisa serta-merta dilakukan lewat `jalan pintas` dengan mendatangkan rektor asing.

Tidak mungkin, kata Hikmahanto, mengubah pola pikir dosen yang selama ini merasa tugasnya hanya mengajar, dengan sekejap menjadi seorang dosen yang tugasnya mengajar dan meneliti, dengan target jurnal internasional bereputasi.

“Perubahan ini bisa jadi harus menunggu estafet dari para dosen senior kepada dosen junior. Ini membutuhkan waktu,” kata Hikmahanto saat dihubungi Jurnas.com pada Jumat (2/8).

“Belum lagi untuk membangun infrastruktur, terutama perpustakaan dan laboratorium dibutuhkan anggaran yang besar. Padahal anggaran tidak mungkin disediakan oleh negara semata,” imbuh dia.

Kedua, jika melihat universitas yang masuk dalam ranking 10 terbaik dunia, mereka umumnya menawarkan program studi untuk mahasiswa asal mancanegara.

Kondisi ini, menurut dia, berbeda dengan perguruan tinggi Indonesia, yang sejauh ini masih berkutat pada mahasiswa lokal. Belum lagi, besarnya `harga` yang harus dibayar pemerintah untuk mendatangkan rektor asing.

“Kalaupun ada para pengajar mancanegara yang saat ini bekerja di universitas di Indonesia, mereka bukanlah pengajar kelas satu,” kata Hikmahanto.

Ketiga, politisasi jabatan rektor. Hikmahanto mengatakan, Indonesia tidak kekuarangan figur yang memiliki kepercayaan diri, nama besar di tingkat nasional dan internasional, dan penguasaan bahasa Inggris. Namun figur semacam itu biasanya enggan berpolitik untuk mencalonkan diri sebagai rektor.

Dia yakin, jika orang-orang seperti itu diberikan kepercayaan sebagai rektor, maka mereka akan mampu melakukan banyak hal untuk PTN.

“Justru yang tidak seharusnya dipilih adalah mereka-mereka yang berupaya mendapatkan jabatan rektor di PTN agar bisa meraih jabatan publik yang lebih tinggi di Republik. Kadang mereka-mereka inilah yang sangat lihai bermain politik,” tandas dia.

Pengamat pendidikan Itje Chodidjah meminta Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir, mempertimbangkan kembali wacana rekrutmen rektor asing.

Pasalnya, untuk menyelesaikan persoalan perguruan tinggi di Indonesia memerlukan kajian yang menyeluruh, yakni mulai dari pendidikan yang paling dasar.

Itje menyebut, pemerintah tidak bisa sekonyong-konyong menjadikan Singapura dan Arab Saudi sebagai percontohan, hanya karena sukses dengan mengundang rektor asing di perguruan tinggi.

“Pendidikan itu tidak bisa dicontoh. Yang bisa dicontoh itu strateginya. Untuk menyontoh strategi, harus naik dulu ke level yang sudah setara dengan mereka. Tidak main asal comot strategi aja,” kata Itje saat dihubungi Jurnas.com, pada Jumat (2/8).

Masalah pendidikan tinggi di Indonesia, lanjut Itje, masih terlihat dari disparitas kultur akademik antar perguruan tinggi. Universitas juga masih membutuhkan tata kelola yang mapan.

Belum lagi di tingkat pendidikan dasar dan menengah, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah, baik dari segi kualitas pembelajaran maupun tingkat literasi.

“Singapura itu membangun tidak ujug-ujug. Dimulai dari pendidikan yang paling dasar, dari TK sampai SMA. Jika itu (pendidikan dasar) itu tidak digarap juga, kita tidak bisa berharap banyak. Karena kultur berpikir itu tidak dibangun di perguruan tinggi,” jelas Itje.

“Harus ada kajian di bawah universitas, lantas pengelolaan universitas seperti apa. Kemarin ramai-ramainya orang bikin tulisan karya ilmiah berscopus kita ribut, profesor kita nulis jurnal. Sekarang rektor asing,” imbuh dia.

KEYWORD :

Rektor Asing Pengamat Menristekdikti




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :