Sabtu, 23/11/2024 19:22 WIB

Perang Dagang, Pertumbuhan Ekonomi China Kian Melandai

IMF telah memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi untuk Tiongkok menjadi 6,2 persen tahun ini, dengan asumsi tidak ada tarif baru yang dikenakan.

Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump menghadiri pertemuan bilateral di sela KTT G20 di Osaka pada 29 Juni 2019. (Foto: AFP)

Washington, Jurnas.com - Ekonomi China sudah melambat akibat perang dagang dengan Amerika Serikat. Namun jika Washington menaikkan tarif lebih jauh lagi, kebijakan ini dikhawatirkan memotong pertumbuhan ekonomi China dengan tajam, demikian peringatan Dana Moneter Internasional (IMF) pada Sabtu (10/8).

Dikutip dari Channel News Asia, IMF telah memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi untuk Tiongkok menjadi 6,2 persen tahun ini, dengan asumsi tidak ada tarif baru yang dikenakan.

Tetapi bea masuk AS sebesar 25 persen untuk barang-barang China yang belum menghadapi tarif, akan memperlambat ekonomi di tahun berikutnya.

Tinjauan tahunan ekonomi Tiongkok yang dikenal sebagai laporan Pasal IV, diselesaikan sebelum Presiden Donald Trump mengumumkan rencana untuk mengenakan 10 persen tarif hukuman pada impor senilai US$300 miliar.

Dengan demikian, itu berarti bahwa semua produk dari China akan dikenakan bea mulai 1 September, dalam perang perdagangan yang semakin intensif

IMG juga sekali lagi menyerukan resolusi cepat untuk konflik perdagangan antara negara-negara adidaya ekonomi dunia, memperingatkan "dampak negatif yang signifikan secara global."

Untuk China, laporan itu mengatakan, "Peningkatan lebih lanjut dari ketegangan perdagangan, misalnya AS menaikkan tarif hingga 25 persen pada sisa impor dari (China), dapat mengurangi pertumbuhan sekitar 0,8 poin persentase selama 12 bulan berikutnya."

James Daniel, kepala misi IMF ke China, mengatakan pada hari Jumat bahwa tarif 10 persen yang diumumkan Trump dapat memperlambat pertumbuhan negara sebesar 0,3 poin di tahun mendatang.

Sementara ia menolak untuk mengomentari status konflik saat ini, Daniel mengatakan kepada wartawan bahwa rekomendasi dana kepada China jika kondisi memburuk adalah untuk memberikan lebih banyak stimulus fiskal dan memungkinkan mata uangnya bergerak bebas untuk "membantu menyerap guncangan tarif."

Situasi "memerlukan semacam respons," kata Daniel pada panggilan konferensi. Tetapi mata uang China "harus tetap fleksibel dan ditentukan pasar," yang berarti "kurang intervensi."

Namun, ketika Beijing membiarkan mata uangnya melemah pada Senin setelah pengumuman tarif, Trump dengan marah menuduh Cina memanipulasi mata uangnya untuk mendapatkan keuntungan perdagangan atas perusahaan-perusahaan AS.

Bank sentral China kemudian melakukan intervensi untuk menstabilkan nilai tukar untuk mencegahnya jatuh lebih jauh.

KEYWORD :

Perang Dagang China Amerika Serikat




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :