Kejahatan siber.
Jakarta, Jurnas.com - RUU Keamanan dan ketahanan Siber (Kamtansiber) dinilai akan memicu kontroversi dan kegaduhan di masyarakat. Langkah Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang berencana menggelar simposium untuk mendengar saran dan masukan dari publik dipertanyakan.
Ketua Indonesia Cyber Security Forum, Ardi Sutedja mengaku heran dengan rencana BSSN menggelar simposium untuk membahas RUU Keamanan dan Ketahanan Siber.
Menurutnya, simposium itu merupakan upaya memaksa agar RUU Kamtansiber disahkan pada masa sidang tahun ini. Diduga ada kepentingan BSSN di balik gol-nya RUU Kamtansiber.
DPR Dukung Penuh Target Indonesia Bebas TBC 2029
“Terus terang (saya) tidak paham apa yang ada di benak mereka. Tapi terkesan kayak mereka ingin mempercepat ini menjadi UU yang mana semua orang kemarin (menolaknya). Jerry Sambuaga juga mengatakan bahwa tidak mungkin dibahas di masa sidang sekarang,” kata Ardi saat dihubungi, Minggu (11/8).
“Artinya apa? Saya tidak mengerti dari Komisi I saja mengatakan seperti itu, tapi kenapa kok terkesan kayak dipaksakan gitu,” ujarnya.
Seperti diketahui, ICSF merupakan organisasi nirlaba yang berbasis di Jakarta, dan memiliki tugas dan misi untuk memberikan solusi, bimbingan, dan solusi Keamanan Cyber dan Ketahanan melalui kolaborasi multi-pihak, pendidikan, relawan kerja, dan pelatihan untuk membantu Sektor Publik dan Swasta, serta Militer Indonesia, dan Mitra Internasional.
ICSF lahir dari kolaborasi puluhan pakar dari ABGC, yaitu Akademik, Bisnis, Pemerintah, dan multi-stakeholder Masyarakat Sipil. ICSF juga salah satu stakeholder yang ikut berperan dalam terbentuknya BSSN dan juga terlibat dalam penyusunan naskah akademik untuk merumuskan draf RUU Kamntansiber.
Ardi menuturkan RUU Kamtansiber tidak boleh dipaksa untuk disahkan. Sebab, ia berkata banyak pihak tidak mengetahui aspek di dalam RUU tersebut, misal dari pihak asosiasi hingga profesi.
“Artinya masih diperlukan waktu untuk membahas ini secara detil dengan semua stakeholder yang ada,” ujar Ardi.
Ardi berkata RUU Kamtansiber berdasarkan draft hanya menguatkan BSSN. Ia menilai hal itu seharusnya tidak boleh terjadi karena hal terkait siber melibatkan banyak pihak.
RUU Kamtansiber, kata dia, semakin tidak boleh segera disahkan karena mengungkit keamanan nasional tanpa melalui diskusi terlebih dahulu dengan banyak pihak sebelum dirumuskan. Padahal, keamanan nasional tidak bisa hanya bertpu kepada pemerintah, melainkan melibatkan pihak di luar pemerintah.
“Ya saya tidak tahu motivasi mereka apa tapi yang jelas,l saya sampaikan dan berkali-kali kepada teman-teman rasanya kayanya kita perlu waktu untuk bahas ini lebih detil,” ujarnya.
Di sisi lain, Ardi mendorong BSSN untuk terlebih dahulu membuktikan kinerjanya sebagaimana diatur di dalam Perpres. BSSN, kata dia, jangan menuntut RUU Kamtansiber disahkan jika belum mampu membuktikan kinerjanya.
“Mereka harus buktikan dong kinerja mereka sudah sejauh mana. Kinerjanya sudah sampai mana tiba-tiba minta penguatan kelembagaan melalui UU ya kalau saya bilang evaluasi bagaimana. Kan mereka Perpres 53 baru terbit 2017 kan ini juga baru 2 tahun. Sekarang capabilitas mereka dalam selama perpres itu keluar apa yang dicapai, tidak ada kan,” ujar Ardi.
Lebih dari itu, ia meminta semua pihak yang terkait dengan RUU Kamtansiber untuk duduk bersama mengupas beleid tersebut. Terlibih, ia mengingatkan agar stakeholder yang betul-betul berkepentingan untuk dilibatkan dalam pembahasan RUU itu.
“Ayo duduk bareng, karena spirit untuk membentuk BSSN itu juga harus kesepakatan multi stakeholder. Kita kembali ke titah marwahnya membentuk BSSN itu kan, jadi keluar BSSN itu kan hasil kesepakatan bersama dari semua stakeholder yang kebetulan saya terlibat di situ,” ujarnya.
KEYWORD :RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Komisi I