Jang Youn Cho (Foto: Cybereduinkor)
Jakarta, Jurnas.com – Nama Jang Youn Cho tiba-tiba menjadi perbincangan hangat di dunia pendidikan Tanah Air, setelah diperkenalkan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir, sebagai rektor asing pertama yang akan memimpin Universitas Siber Asia, pada Senin (26/8) kemarin.
Universitas Siber Asia sendiri merupakan kampus swasta pertama berbasis pembelajaran daring penuh (full online learning) di Indonesia, di bawah Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan (YMIK), yang baru akan menerima mahasiswa pada 2020 mendatang.
Menilik rekam jejaknya di laman Universitas Nasional (Unas), Jang Youn Cho pernah menjabat sebagai Asisten Profesor di University Nebraska-Lincoln pada 1987-1996. Dan selama tujuh tahun, dia kerap mencatatkan namanya dalam nominasi `Profesor Terbaik`.
Namun University Nebraska-Lincoln bukan kampus istimewa di Amerika Serikat (AS). Menurut QS World University Ranking 2020, kampus tersebut berada di urutan 561-570 di dunia. Sedangkan di seluruh AS, University Nebraska-Lincoln bercokol di peringkat 97.
Tiga perguruan tinggi Indonesia justru lebih baik peringkatnya dibandingkan dengan University Nebraska-Lincoln. Saat ini, Universitas Indonesia (UI) berada di ranking 296, diikuti oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) di posisi 320, dan Institut Teknologi Bandung (ITB) di peringkat 331.
Pada 1997, Jang Youn Cho pulang dari AS setelah 17 tahun merantau. Sepulangnya ke Korea Selatan, dia memperoleh jabatan profesor di Departemen Administrasi Bisnis, Hankuk University of Foreign Studies (HUFS) hingga 2017.
Sepanjang 1997-2017, Cho sempat memegang sejumlah posisi. Pada 1999-2000, dia diangkat sebagai Wakil Ketua Dewan Standar Akuntansi Pemerintah, Kementerian Keuangan dan Ekonomi Korea Selatan.
Selanjutnya, pada 2004-2007, Cho menjadi anggota Komite Pengawas Akuntansi Layanan Pengawasan Keuangan, Kementerian Perencanaan dan Keuangan Korea Selatan, serta sempat menjadi editor di jurnal akuntansi Korean Accounting Review.
Kiprah Cho di bidang akuntansi dan keuangan memang tak lepas dari latar belakangnya. Cho tercatat memfokuskan penelitiannya pada tiga bidang, yakni penilaian dan analisis bisnis, kinerja penghasilan, dan akuntansi internasional.
Sehingga tak heran pula, Cho sempat diangkat sebagai anggota dewan di perusahaan S-Oil, sebuah perusahaan kerjasama antara Saudi Aramco dan pemerintah Korea Selatan.
Berlanjut ke tahun 2006, Jang Youn Cho diangkat sebagai Dekan di Sekolah Pascasarjana Bisnis, Hankuk University of Foreign Studies. Saat menjabat sebagai dekan inilah Cho membuka program Master Administrasi Bisnis (MBA) daring (online), dan dianggap sebagai profesor pendidikan daring pertama di Korea menurut laman Unas.
Cho tidak pernah menjabat sebagai rektor, sebagaimana perbincangan yang beredar di tengah masyarakat. Menurut laman resmi Cyber Hankuk University of Foreign Studies (CUFS), dia hanya menduduki posisi Wakil Presiden CUFS selama tiga tahun sejak 2014-2017. Posisi itu kali pertama ada di CUFS semenjak berdiri.
Semasa Cho menjadi Wakil Presiden, CUFS dipimpin oleh In-cheol Kim yang menjabat sebagai presiden keempat, sebelum digantikan oleh Jung-Ryul Kim pada 2017 sampai sekarang.
Perlu diketahui, CUFS lahir dari rahim Hankuk University of Foreign Studies (HUFS), yang dicanangkan pada 2002 silam. Setahun kemudian, rencana pendirian ini disetujui Kementerian Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Korea Selatan dengan nama awal Cyber University of Foreign Studies.
Pada Maret 2004, Cyber University of Foreign Studies dibuka untuk pertama kali dengan lima fakultas, yakni Bahasa Inggris, Bahasa China, Bahasa Jepang, Bisnis Daring, dan Media dan Hubungan Masyarakat, dan 1.000 mahasiswa.
Barulah empat tahun kemudian, Cyber University of Foreign Studies resmi berganti nama menjadi Cyber Hankuk University of Foreign Studies atau CUFS.
Di bawah Kim dan Cho (2014-2017), CUFS berkembang pesat dibandingkan sebelumnya. Jumlah perjanjian kerjasama, baik dengan pemerintahan, industri, maupun perguruan tinggi asing meningkat. Di era inilah, Cho meneken perjanjian pendidikan dengan Universitas Nasional (Unas), tepatnya pada Agustus 2015.
Kendati berhasil meningkatkan jumlah kerjasama, keberadaan Cho di CUFS tak sontak berpengaruh pada ranking dunia HUFS. Seperti dikutip dari data QS World Universty Ranking, di dua tahun pertama Cho menjadi Wakil Presiden CUFS, peringkat HUFS melorot dari 431-440 menjadi 481-490 pada 2015, dan 491-500 pada 2016. Baru di tahun terakhirnya menjabat, peringkat HUFS kembali ke posisi 431-440.
Jika dibandingkan, Universitas Indonesia justru punya catatan lebih baik di periode tersebut. Selama 2014-2017, secara berturut-turut UI berada di posisi 309, 310, 358, dan 325.
Sesat Pikir Kebijakan Rektor Asing
Pengamat pendidikan tinggi, Ubaid Matraji menilai kebijakan Menristekdikti mendatangkan rektor asing merupakan bentuk sesat pikir. Dia menyebut tidak akan ada perubahan yang terjadi, karena masalah pendidikan tinggi di Tanah Air bukan terletak pada rektornya.
“Di kampus, mahasiswa bukan hanya belajar soal kompetensi, tapi mereka juga belajar soal ke-Indonesia-an dan nasionalisme. Tahu apa rektor soal ini? Banyak orang pintar tapi tidak berintegritas, ini masalah kita,” kata Ubaid saat dihubungi Jurnas.com, pada Selasa (27/8).
“Belum lagi SDM (sumber daya manusia) dosen kita masih rendah. Apa bisa tiba-tiba jadi hebat gara-gara rektor asing?” imbuh dia.
Alih-alih mendatangkan rektor asing, Ubaid menyarankan pemerintah membenahi kualitas dosen di Indonesia. Menurut dia, ibarat permainan sepak bola, satu pemain bintang tidak akan membuat tim bersinar, jika 10 pemain lainnya tidak kompeten.
“Sayangnya (peningkatan kualitas dosen) belum menjadi prioritas pemerintah. Malah ini membuat kebijakan instan dan tidak jelas output-nya,” tandas Ubaid.
KEYWORD :Jang Youn Cho Rektor Asing