Gedung KPK
Jakarta, Jurnas.com - Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menulis surat terbuka kepada panitia seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) KPK periode 2019-2023 dan seluruh rakyat Indonesia.
Isinya, mereka meluruskan pernyataan sekaligus membongkar siapa pihak di belakang Koalisi Kawal Capim KPK atau Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi yang lantang menyuarakan penolakan terhadap Firli Bahuri yang saat ini masuk dalam 20 besar pada tahapan seleksi Capim KPK.
Dalam surat itu para pegawai KPK juga mengungkapkan alasan penolakan Wadah Pegawai KPK terhadap Firli Bahuri.
Berikut isi surat tersebut:
SURAT TERBUKA
Kepada,
Yth. Panitia Seleksi calon Pimpinan KPK periode 2019-2023 Dan Seluruh Rakyat Indonesia.
Assalammualaikum Wr.Wb.,
Kami atas nama sebagian pegawai KPK sebenarnya sama sekali tidak memiliki kepentingan dan kapasitas untuk menyampaikan pernyataan dalam bentuk apapun terkait dengan Proses Seleksi Calon Pimpinan KPK Periode 2019-2023 yang sedang dilaksanakan oleh Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK.
Hanya saja ada hal-hal yang menurut kami sangat penting untuk diluruskan, terutama terkait pernyataan beberapa pihak yang mengatas namakan diri mereka sebagai Koalisi Kawal Capim KPK yang secara jelas dan lantang menyuarakan melalui beberapa media baik cetak, elektronik maupun media online.
Kami sebagai bagian dari salah satu Lembaga Penegak Hukum yang ada di Republik ini merasa malu dan terganggu sekali dengan pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh beberapa pihak tersebut.
Menurut kami sudah menjadi sebuah keharusan bagi semua elemen lembaga penegak hukum termasuk KPK untuk selalu menyampaikan kepada publik sebuah fakta dan bukan hanya melempar isu-isu yang sangat tidak bertanggung jawab.
Pertama, yang ingin kami sampaikan adalah, terkait siapa sebenarnya pihak yang mengatas namakan diri mereka sebagai Koalisi Kawal Capim KPK atau Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi.
Terkait hal tersebut kami ingin menyampaikan beberapa fakta sebagai berikut:
Foto sebagaimana di atas merupakan pertemuan antara Wadah Pegawai KPK dengan pihak yang salah satunya adalah ICW di kantin KPK yang terjadi pada hari Kamis tanggal 29 Agustus 2019 sekitar pukul 17.00 WIB, dan yang mengejutkan bahwa untuk biaya makan dan konsumsi pada saat di kafe tersebut dibiayai atau dibayar oleh salah satu oknum Wadah Pegawai.
Adapun pertemuan tersebut kemudian dilanjutkan di dalam perpustakaan KPK yang ada di lantai Lobby KPK hingga berakhir sekitar pukul 22.00 WIB (pertemuan tersebut terjadi sehari sebelum rencana aksi demo bertajuk "CICAK VS BUAYA 4.0").
Pada tanggal 29 Agustus 2019 sekitar pukul 15.30 WIB oknum Wadah Pegawai menyebarkan petisi ke semua lantai di gedung KPK untuk di tandatangani Oleh pegawai KPK. Hal ini bertentangan dengan pemberitaan Gatra.com tanggal 28 Agustus 2019 pukul 21:26 WIB, Saor Siagian menyampaikan "hampir semua penyidik dan bukan hanya penyidik sekitar 500 lebih, bahwa pegawai itu sudah memberikan petisi untuk menolak saudara Firli untuk lolos Capim KPK" bahkan Penasihat KPK M Tsani Anafari juga membenarkan adanya petisi tersebut.
Tsani menyebutkan bahwa petisi tersebut sebagai bentuk mosi tidak percaya. "Bayangkan saja kalau orang yang belum masuk saja sudah ada mosi 500 pegawai yang tidak percaya, kemudian masuk, kalau itu jadi 1.500 gimana? Mau rekrutmen semua pegawai?" tambahnya.
Berdasarkan beberapa fakta di atas tergambar sangat jelas bahwa sebenarnya pihak yang mengatasnamakan diri mereka sebagai Koalisi Kawal Capim KPK atau Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi adalah tidak lebih dari kepanjangan tangan Wadah Pegawai KPK yang menggunakan jaringan-jaringan NGO (LSM) untuk menyuarakan kehendak mereka.
Kedua, apa sebenarnya yang meniadi alasan penolakan dari Wadah Pegawai KPK terhadap FIRLI BAHURI yang saat ini masuk dalam 20 besar pada tahapan seleksi Capim KPK Periode 2019-2023.
Untuk menjawab hal tersebut, kami ingin menyampaikan beberapa fakta sebagai berikut:
1. Saat FIRLI BAHURI menjabat sebagai Deputi Penindakan, terdapat beberapa kasus dalam tahap penyelidikan yang dipaksakan untuk naik ke tahap penyidikan. Namun FIRLI BAHURI berpendapat berbeda dan menyampaikan bahwa kasus tersebut belum terdapat cukup bukti untuk dinaikan ke tahap penyidikan. Hal inilah yang dianggap Oleh mereka sebagai perbuatan yang menghalang-halangi penyidikan.
2. Wadah Pegawai menginisiasi perpindahan 21 penyelidik menjadi penyidik yang secara sengaja melanggar peraturan yang sudah dibuat Oleh Pimpinan KPK. Tetapi lagi-lagi FIRLI BAHURI tidak sependapat dengan perpindahan 21 Penyelidik tersebut karena menurut FIRLI BAHURI perpindahan Penyelidik menjadi Penyidik harus melalui mekanisme yang diatur di dalam peraturan Pimpinan yang sudah ada. Bahkan alasan keberatan dari FIRLI BAHURI tersebut sudah disampaikan secara berjenjang dan secara formal melalui Nota Dinas kepada Pimpinan.
Inisiasi Wadah Pegawai tersebut dilakukan karena selama ini Penyidik memiliki "power" yang sangat luar biasa dalam mengendalikan perkara-perkara yang ditangani. Hal ini juga dibenarkan Oleh salah satu Komisioner KPK (Pak Alexander Marwata) yang dimuat dalam media online Kompas.Com tanggal 27 Agustus 2019 pasca menjalani tes wawancara dan uji publik yang menyatakan "bahwa sulitnya mengakses Berita Acara Pemeriksaan sebuah perkara dari tangan Penyidik". Oleh karena itu maka akan menjadi sangat luar biasa ketika dapat menguasai Direktorat Penyidikan.
Jika ditinjau dari sisi jumlah pegawai dalam operasional organisasi, maka sebenarnya langkah perpindahan 21 Penyelidik menjadi Penyidik dengan secara sengaja melanggar peraturan yang sudah dibuat Oleh Pimpinan KPK merupakan langkah yang kurang tepat karena secara otomatis jumlah pegawai di Direktorat Penyelidikan akan berkurang secara drastis, sementara beban kerja Direktorat Penyelidikan justru sama sekali tidak berkurang dan bahkan cenderung meningkat. Hal ini sejalan dengan penyampaian Pit. Direktur Penyelidikan saat itu (Aprizal) pasca perpindahan 21 Penyelidik menjadi Penyidik.
Dari fenomena tersebut terlihat sangat jelas bahwa alasan keberatan yang disampaikan oleh FIRLI BAHURI sangat berdasar.
3. Pada September 2018, Wadah Pegawai KPK mengajukan gugatan TIJN terhadap Skep Pimpinan Nomor : 1246 tahun 2018 tentang Tata Cara Mutasi Pegawai Di Lingkungan KPK. Wadah Pegawai menggugat keputusan tersebut. Gugatan yang dilakukan oleh Wadah Pegawai tersebut dilakukan karena beberapa dari pegawai yang menjadi obyek mutasi merupakan pihak-pihak yang memiliki jabatan strategis dan selama menjabat cenderung membuat kebijakan yang menguntungkan Wadah Pegawai.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan peristiwa perpindahan 21 Penyelidik menjadi Penyidik yang bertentangan dengan peraturan pimpinan yang sudah diterbitkan, dimana Wadah Pegawai KPK justru menjadi inisiator. Kondisi tersebut menjadi bukti bahwa Wadah Pegawai akan melakukan segala macam upaya untuk mempertahankan zona nyaman mereka meskipun harus dengan melanggar aturan.
Berdasarkan fakta-fkta diatas, terjawab dengan jelas dan pasti bahwa alasan keberatan Wadah Pegawai KPK dengan masuknya FIRLI BAHURI kedalam 20 besar Calon Pimpinan KPK periode 20192023 yang disampaikan melalui kepanjangan tangan mereka (LSM dan pihak-pihak Iainnya) tidak Iain adalah ungkapan rasa kegundahan dan kekhawatiran ketika FIRLI BAHURI benar-benar terpilih menjadi Pimpinan KPK periode 2019-2023, maka mereka akan terganggu dari zona nyaman yang selama ini mereka miliki.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan dengan sangat sederhana bahwa :
1. Wadah Pegawai berada dibelakang penolakan terhadap beberapa calon pimpinan KPK (termasuk FIRLI BAHURI) yang secara masif dilakukan melalui beberapa komponen yang mengatasnamakan diri mereka sebagai Koalisi Kawal Capim KPK atau Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi.
2. Penolakan yang dilakukan Wadah Pegawai semata-mata untuk mencegah supaya beberapa calon pimpinan KPK (salah satunya FIRLI BAHURI) terpilih menjadi pimpinan KPK, sehingga agenda-agenda kepentingan mereka tetap bisa berjalan sesuai kehendak mereka.
3. Wadah Pegawai akan memperjuangkan kepentingan mereka dengan menghalalkan segala cara.
4. Dengan munculnya surat terbuka ini, maka secara langsung menyatakan bahwa pernyataan Wadah Pegawai KPK bukan merupakan representasi pegawai KPK secara keseluruhan.
Jakarta, 29 Agustus 2019
TTD
Pegawai KPK.
Pansel Capim KPK Komisi III DPR