Dr. Ward Berenschot
Jakarta, Jurnas.com - Pakar dan pengamat demokrasi Indonesia dari Leiden University, Dr. Ward Berenscot mengatakan, tantangan yang dihadapi setiap demokrasi adalah bagaimana memastikan bahwa pejabat terpilih mewakili karakter dan kepentingan pemilih yang beragam.
Dalam demokrasi yang sehat, kata Ward, anggota parlemen sebaiknya jangan hanya menjadi bagian dari satu kelompok etnis atau satu kelas social tertentu saja.
Karena perwakilan politik yang goyang, kata Ward, tidak hanya akan merusak dukungan untuk sistem (karena orang akan merasa dikecualikan), juga dapat menyebabkan ketidakadilan karena kebijakan yang dibuat hanya fokus pada kepentingan kelompoknya sendiri.
"Ini menunjukkan bahwa walaupun demokrasi Indonesia cukup baik dalam mewakili keragaman etnis dan agama, tetapi tidak baik dalam mewakili kelas sosial yang berbeda. Seperti kelas menengah dan orang miskin. Politisi Indonesia secara tidak proporsional berasal dari latar belakang kaya dan elit ekonomis," jelasnya.
Ward menyampaikan paparannya ini dalam diskusi via whats app grup dengan media. Ia mengatakan, dominasi elit ekonomi dalam politik ini sebagian besar disebabkan oleh biaya kampanye pemilu yang tinggi.
"Reformasi pemilu dapat menurunkan biaya kampanye dan dengan demikian menjadikan demokrasi Indonesia lebih representatif," ungkapnya.
Ward bersama rekannya Edward Aspinall, telah menuangkan buah pikirannya ini dalam buku berjudul `Democracy for Sale`.
Ward membahas masalah kesetaraan politik, berkaitan dengan tantangan untuk memastikan bahwa orang-orang dari latar belakang sosial yang berbeda (etnis/agama/sosial/regional, dll) memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan kekuatan politik.
Bagi Ward, kesetaraan politik ini sangat penting karena ketika ketidaksetaraan politik tinggi dan beberapa kelompok sosial dikecualikan dari posisi politik, akan muncul banyak dampak buruk.
Pertama, jelas Ward, Kepercayaan pada demokrasi dan pemilu akan turun. Ketika orang tidak merasa terwakili, maka mereka yang ingin menghancurkan sistem cukup terbuka untuk menkadi populer.
Ini bisa dilihat dari kebangkitan orang-orang seperti Duterte, Bolsonaro, Trump, Johnson.
"Sementara kebangkitan mereka punya berbagai alasan, salah satunya adalah bahwa orang tidak lagi merasa diwakili oleh politisi `lama`," jelas Ward.
Kedua, jelas Ward, tidak adanya kesetaraan politik akan memicu ketegangan antar kelompok sosial. Sebab kalau salah satu grup merasa dikecualikan, muncul kemungkinan untuk social conflict.
Dan dampak buruk ketiga dari tidak adanya kesetaraan politik adalah Oligarchy, yakni kepentingan kelompok yang diwakili dengan baik lebih diutamakan daripada kepentingan orang lain.
Kesetaraan Politik Dr. Ward Berenscot